Dakwah Mathla’ul Anwar di Indonesia (Pendekatan Historis)


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Sejarah munculnya berbagai organisasi masyarakat (ormas) di Indonesia adalah sebagai respon terhadap kondisi yang telah menjadi atmosfir di belantara bumi Nusantara. Kondisi bangsa yang memprihatinkan di tengah tekanan kaum imprealis, dengan sendirinya memunculkan jiwa patriotisme dan semangat memperjuangkan hak dan martabat kaum pribumi. Guliran semangat kejuangan ini, pada akhirnya melahirkan gerakan modernisasi yang menjadi cikal bakal lahirnya beberapa ormas di Indonesia.[1]
Ormas-ormas keagamaan yang lahir merupakan cerminan suatu gerakan modernisasi Islam untuk menumbuhkan semangat kejuangan dan mempercepat proses pencerahan pemikiran di kalangan umat, akan tetapi pendidikan saat itu dikuasai oleh kaum imperialis, dan mengakibatkan rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat (Menes-Ujung Kulon) terhadap pendidikan juga ajaran Islam terutama pada masyarakat Banten Selatan, khususnya Menes-Ujung Kulon. Selain itu hal lain juga dipengaruhi oleh proses Islamisasi yang dilakukan di zaman Kesultanan Banten Selatan belum terbukti dalam mengamalkan ajaran agama Islam secara benar. Hal itu terbukti, dengan masih rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat Menes terhadap ajaran agama Islam yang menyebabkan adanya penyimpangan- penyimpangan akidah seperti adanya TBC (takhayul, bid’ah dan khurafat).[2]
Dari uraian latar belakang masalah tersebut, makalah ini spesifik membahas tentang organisasi Islam yang lahir pada masa Kesultanan Banten Selatan, yakni organisasi Islam Mathla’ul Anwar.


B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana Sejarah Lahirnya Mathla’ul Anwar?
2.      Siapakah Tokoh-Tokoh Pendiri Mathla’ul Anwar?
3.      Apa Tujuan dan Visi Misi Mathla’ul Anwar?
4.      Bagaimana Struktur organisasi Mathla’ul Anwar?
5.      Bagaimana Rumusan Khittah Mathla’ul Anwar?
6.      Sejauh Mana Kiprah Mathla’ul Anwar dalam Bidang Pendidikan, Dakwah dan Sosial?
C.    Hipotesa
Mathla’ul Anwar bersifat keagamaan, independen, berprinsip menerapkan akidah Islam menurut ahlussunah waljamah, berasaskan Pancasila yang bergerak dalam bidang kultural (pendidikan, dakwah dan sosial) yang bertujuan untuk meluruskan ajaran Islam dari ketidaksesuaian ajaran Islam yang diterapkan di Banten pada masa kesultanan.
D.    Teori Dakwah
Teori Dakwah pedoman Mathla’ul Anwar adalah sesuai al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS : Ali Imran, 104).
Jika dikaji lebih dalam, Mathla’ul Anwar selaras dengan teori dakwah Prof. Dr. Quraish Shihab; dakwah merupakan seruan ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi tertentu ke situasi yang lebih baik terhadap pribadi dan masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas, apalagi pada masa sekarang ini, dakwah harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.[3]

PEMBAHASAN

1.      Sejarah Lahirnya Mathla’ul Anwar
Secara sosiologis, yang termasuk lembaga keagamaan adalah kebiasaan, ritual, larangan, pola-pola tingkah laku, bentuk-bentuk organisasi dan peran-peran yang ada kaitanya dengan supernatural.[4] Ada pula yang memberi pengertian lembaga keagamaan secara lebih sempit, yakni suatu organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola kelakuan, peranan dan relasi yang terarah dan mengikat individu, serta mempunyai otoritas formal.[5]
Di Indonesia modern, terdapat beberapa lembaga keagamaan atau organisasi keagamaan dan sosial, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis, Mathalul Anwar, dll.[6] Dalam makalah ini fokus membahas salah satu lembaga keagamaan yakni tentang Lembaga Keagamaan Mathla’ul Anwar.
Lembaga Keagamaan Mathla’ul Anwar (bahasa Arab, yang artinya tempat munculnya cahaya) sejak didirikannya pada tahun 1334 H atau 10 Juli tahun 1916 oleh sepuluh tokoh ulama lokal diantaranya adalah Kiyai Moh Tb Soleh, Kiyai Moh Yasin (1860-1937), Kiyai Tegal, Kiyai Mas Abdurrahman bin Mas Jamal (1868-1943), KH Abdul Mu’ti, KH Soleman Cibinglu, KH Daud, KH Rusydi, E. Danawi, KH Mustaghfiri di Menes- Pandeglang bagian selatan Banten.[7]
Tujuan didirikannya MA adalah membebaskan umat dari segala bentuk penindasan, kebodohan dan kemiskinan. Pada abad ke-19,kondisi masyarakat Banten Selatan dan khususnya Menes-Ujung Kulon merupakan masyarakat dengan tingkat buta huruf yang cukup tinggi. Di mana masyarakat Banten khususnya dari segi pendidikan dan sosial (ekonomi) memang sangat memprihatinkan, sekolah–sekolah yang dibangun oleh penjajah Belanda tidak disiapkan untuk pribumi, hanya golongan tertentu yang bisa masuk disekolah tersebut (politik etis Belanda).[8]
Kemudian, kondisi masyarakat di daerah Menes diperparah dengan situasi penuh kekacauan dan kerusuhan, di mana para jawara atau bandit sosial yang mempunyai ilmu-ilmu hitam pada saat itu telah menguasai daerah Menes seringkali membuat kekacauan, kemaksiatan, perjudian, pelacuran, pencurian, perampokan dan menindas masyarakat dan akhirnya mematikan kehidupan ruh keagamaan.[9]Atas keprihatinan tersebut, para ulama atau kyai meresponnya dengan mengadakan musyawarah yang bertempat di Kampung  Kananga-Menes, dipimpin oleh KH. Entol Mohammad Yasin dan KH. Tb. Mohammad Soleh serta ulama-ulama lainnya di sekitar Menes. Akhirnya musyawarah tersebut mengambil keputusan untuk mendirikan pendidikan formal yaitu berbentuk madrasah sebagai bentuk perjuangan untuk membawa umat keluar dari keterpurukan.
Pendirian madrasah atau pendidikan formal selain untuk memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat Menes, juga karena gagalnya sistem pendidikan Islam lama (pesantren) untuk menarik minat anak muda sebagai generasi penerus untuk masuk pesantren. Sehingga, pesantren tidak mampu untuk “mencetak” calon-calon pemimpin umat yang sadar akan tantangan zaman. Faktorlainnya adalah intensifnya gerakan pemerintah kolonial Belanda dalam mendirikan sekolah-sekolah rakyat di pedesaan dengan materi umum sebagai objek pelajarannya yang dinilai oleh para Kiyai Menes akan menghilangkan syariat Islam. Kedua faktor inilah yang diantaranya memainkan peranan penting dalam proses penerimaan sistem pendidikan madrasah oleh paraKiai.[10]
Namun, rencana pendirian madrasah terhambat oleh ketidaktahuan dan keterbatasan keilmuan para ulama dalam mengelola sistem pendidikan modern (kurikulum madrasah). Kemudian, KH. Entol Mohammad Yasin dan ulama lainnya berinisiatif mengundang seorang pemuda bernama KH. Mas Abdurahman yang sedang menuntut ilmu di Mekkah selama 10 tahun pada seorang guru besar yang berasal dari Banten Syeh Mohammad Nawawi Al-Bantani. Tujuan diundangnya KH. Mas Abdurrahman untuk merumuskan dan mengelola sistem pendidikan modern (madarasah) yang akan dibangun di Menes.
Pada tahun 1910 M, KH. Mas Abdurahman (42 tahun) datang di Menes, kemudian segera bergabung dengan para ulama lainnya untuk membantu mengintensifkan kembali gerakan dakwahnya dengan membentuk pengajian- pengajian diberbagai tempat di Banten. Kemudian pada perkembangannya mereka mendirikan lembaga pendidikan yang kemudian diberi nama Mathla’ul Anwar (tempat terbitnya cahaya) yang berdiri pada tanggal 09 Agustus 1916/10 Syawal 1334 H tahun 1916 M. Lembaga pendidikan MA untuk sementara beroperasi di sebuah rumah KH. Mustahgfiri di Menes yang dijadikan tempat belajar dan mengajar.[11]

2.      Tokoh-Tokoh Pendiri Mathla’ul Anwar
Mathla’ul Anwar berdiri atas kontribusi tokoh-tokoh masyarakat lokal yang cukup berpengaruh di Banten, antara lain:
1.      KH. Tb. Mohammad Saleh
KH. Tb. Mohammad Saleh bin Tb. Yusuf lahir pada tahun 1853 di kampung Kananga, Menes, Kawedanaan Caringin, Pandegelang Banten, pendidikan dasar diperoleh oleh ayahnya tentang Tauhid dan tata bahasa Arab, kemudian melanjutkan pendidikan agama ke pondok pesantren lokal di Banten dari tahun 1847 - 1891. Setelah selesai pendidikan pesantren, dia kembali ke kampungnya, dan kemudian menikahi seorang gadis bernama Sofrah. Dari pernikahan pertamanya dia dikarunia delapan orang anak yang terdiri atas satu anak perempuan dan tujuh anak laki-laki. Kemudian menikah lagi untuk kedua kalinya (berpoligami) dengan Artafiah dari Kampung Baru (Menes). Dari isteri keduanya dikarunia lima anak yakni tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan.[12]

2.      KH. Mohammad EntolYasin
H. Mohammad Entol Yasin bin Demang Darwis lahir tahun 1860 di Simanying-Menes, Yasin merupakan salah satu keluarga ningrat yang cukup kaya, ayahnya Demang Darwis menjabat sebagai kepala Desa di Menes. Pendidikan dasar tentang agama, Yasin memperoleh dari beberapa orang guru agama yang diundang langsung kerumahnya. Selain itu, dia melanjutkan pendidikan agama di dua pesantren, yakni di Karamulya dan Soreang tahun 1875-1884. Sedangkan pendidikan formal atau umum pada sekolah Pemerintahan Belanda di Menes.Yasin selain dikenal sebagai intelektual juga aktivis Sarekat Dagang Islam (SDI).

3.      KH. MasAbdurrahman

KH. Mas Abdurrahman bin Mas Jamal lahir sekitar tahun 1875-1882 di Kampung Janaka dekat kaki gunung Haseupan. Ayahnya (Mas Jamal) merupakan keturunan dua tokoh legendaris muslim lokal yang pertama masuk Islam di Banten yaitu Ki Jong dan Ki Jon. Karena garis keturunannya itu Abdurrahman bergelar Mas pada namanya. Seperti umumnya guru agama Islam lainnya di Banten, Mas Abdurrahman memperoleh pendidikan Islam dibawah bimbingan Mas Jamal. Selanjutnya, ia melanjutkan pendidikan pesantren di Kiyai Shohib Kadu Pinang. Kemudian, ia selanjutnya meneruskan kembali di pesantren Kiyai Ma’mun untuk memperdalam ilmu seni bacaAl-Qur’an (qiro’a). Kemudian, ia berangkat ke ke Jawa Tengah sekitar tahun 1927 untuk memperdalam ilmu tentang al-Qur’an di pesantren Kiyai Afif di Sarang, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Sedangkan pendidikan sufi dan tarekat dia dapat Kiyai Tb. Bachri.
Diantara para pendiri Mathla’ul Anwar, Abdurrahman merupakan tokoh yang berpengaruh dalam merumuskan konsep pendidikan madrasah dan memanjukan organisasi Mathla’ul Anwar (MA) selama hidupnya. Buah pikirannya itu ditulisnya dalam beberapa karya tulis seperti, Kitab Al-Jawa’is Fi ’Ahkam Al-Jana’iz, melalui Kitab-Kitab yang berisi tentang etika dan tatacara mengurusijenazah,IlmalTajwid,yaknikitabyangmempelajaritentangaturanbaca Qur’an, Al-Takhfifi, metode mudah belajar bahasa Arab, Nahwu Al Jamaliyyah, kitab yang mempelajari tentang tata bahasa Arab, seperti Al- Ajrumiyya yang tersebar luas dipergunakan sebagai rujukan dasar tata bahasa Arab di Indonesia, Miftah Bab Alsalam, kitab tentang hukum Islam, dan Fi Arkan Al Iman Wal Islam, yaitu kitab tentang Tauhid. Kitab-Kitab tersebut ditulis dalam menggunakan bahasa Jawi dan pengantarnnya bahasa Sunda. Kecuali Al Jawa’iz Fi Ahkam Al Jana’iz, dan buku-buku itu dipersiapkan sebagai rujukanutama pelajaran agama Islam di madrasah-madrasah Mathla’ul Anwar. Abdurrahman berpulang kerahmatullah pada usia 68 tahun pada tahun1943.
Selain tiga tokoh-tokoh diatas, beberapa ulama lain yang terlibat dan berjasa dalam pendirian Mathla’ul Anwar diantaranya adalah, K. Tegal, KH. Abdul Mu’ti, Soleman Cibinglu, KH. Daud, KH, Rusydi, E, Danawi dan terakhir KH. Mustghfiri.[13]
Dari tokoh-tokoh pendiri di atas, ada beberapa tokoh yang dijadikan pahlawan nasional, antara lain yaitu KH Syeh Nawawi Albantani dan KH Mas Aburahman. Penilaian itu didasari bahwa selain sebagai guru bangsa, kedua tokoh ulama Banten tersebut juga turut serta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Meski syeh Nawawi tidak langsung menjadi pendiri MA, akan tetapi dari beliaulah cikal bakal berdirinya MA.

3.      Tujuan dan Visi Misi Math’alul Anwar
Organisasi MA ini bersifat keagamaan, independen, berakidah Islam menurut ahlussunah waljamah, dan berasaskan Pancasila.
A.    Tujuan MA adalah:
1)  Terwujudnya masyarakat Indonesia yang Pancasilais, bertakwa kepada Allah SWT, sehat jasmani dan rohani, berilmu pengetahuan, cakap dan terampil, serta berkepribadianIndonesia.
2)  Menumbuhkan nilai-nilai ajaran Islam  pada  lembaga-lembaga pendidikan, pengajaran dankebudayaan.
3)  Membentuk keluarga dan masyarakat yang bahagia dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut, MA melakukanusaha-usaha.
4)  Mendirikan, membina, dan mengelola lembaga-lembaga pendidikandan pengajaran serta melaksanakandakwah.
5)  Mendidik, memupuk, dan menyalurkan bakat para pelajar, mahasiswa, dan pemuda agar dapat menjadi insan yang mandiri danterampil.
6)  Membina dan menyantuni anak-anak yatim piatu, fakir miskin, orang-orang jompo, dan orangcacat.
7)  Membentuk, menjaga kesehatan dan kesejahteraanmasyarakat.
8)  Mengadakan penelitian dan pengembangan terhadap ilmu-ilmupengetahuan.
9)  Membangun kerja sama dengan badan-badan, lembaga-lembaga danorganisasi kemasyarakatan yangsejenis.
10)  Mengadakan usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islamdan perundang-perundangan yang berlaku. Organisasi MA meliputi bidang organisasi/kaderisasi, bidang pendidikan,penelitiandan pengembangan, bidang ekonomi/keuangan, bidang sosial/kesejahteraan, bidang penerangan/dakwah,bidangpemuda,olahragadankesenian,bidangpembinaan muslimah, bidang pembinaan hukum dan pembelaan, serta bidang hubungan luar negeri.[14]
B.     Visi – Misi
            Visi Mathla’ul Anwar antara yaitu:
            “Mencerdaskan kehidupan bangsa melalui kegiatan pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan sepanjang tuntunan Ahlussunnah Wal Jama’ah dan berfalsafahkan Pancasila.”
Sedangkan Misi Mathla’ul Anwar antara lain:
1)      Mengembangkan jaringan pendidikanIslam yang rahmatan lil alamin di seluruh Indonesia.
2)      Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keIslaman.
3)      Meningkatkan jumlah mubaligh dan mubalighoh di Indonesia.
4)      Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara sesuai amanah Pancasila.
5)      Meningkatkan kesejahteraan umat.
6)      Membangun kerjasama dengan pemerintah dan lembaga terkait dalam rangka membangun bangsa.[15]

4.      Struktur Organisasi Mathla’ul Anwar
          Struktur organisasi MA terdiri atas: pengurus tingkat pusat, tingkat wilayah, tingkat daerah, tingkat cabang, tingkat ranting serta badan-badan otonom. Organisasi tingkat pusat terdiri atas:
1)      Dewan   Pembina,   yang   meliputi   ketua,   wakil   ketua,   sekretaris, wakil sekretaris, bendahara umum, bendahara-bendahara wakil ketua-ketua departemen serta biro.
2)      Majelis Fatwa, yang meliputi ketua, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, dan 45 anggota (ulama pusat dandaerah)
3)      Pengurus Besar, yang terdiri atas ketua umum, ketua-ketua, sekretaris jenderal, wakil ketua-ketua departemen serta biro.[16]
Sedangkan keuangan organisasi diperoleh sekretaris dari beberapa iuran anggota, sumbangan yang tidak mengikat, zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hadiah; dan usaha-usaha yang sah dan halal. Untuk lancarnya kegiatan pada masing-masing tingkat kepengurusan, biaya yang dipergunakan diambil dari kas masing-masing yang diperoleh dari bantuan-bantuan dan usaha-usaha lain yang dibenarkan oleh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).[17]

5.      Khittah Mathla’ul Anwar
Pengertian yang dapat ditarik dari Khittah Mathla’ul Anwar merupakan petunjuk atau pegangan yang dijadikan oleh organisasi Mathla’ul Anwar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai sebuah organisasi Islam yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial.
Adapun khittah atau garis-garis pokok Mathla’ul Anwar adalah sebagai berikut:
1)      Al-Qur’an sebagai sumber utama dan pertama dalam menggali ke-benaran iman dan ilmu pengetahuan.
2)      As-Sunnah dari Rasulullah SAW sebagai pedoman operasional dalam kehidupan beragama Islam.
3)      Ijma’ Sahabat Rasul merupakan rujukan pertama dalam memahami isi kandungan al-Qur’an dan as-Sunnah.
4)      Ijtihad merupakan upaya yang sangat penting dalam menanggapi perkembangan sosial budaya yang selalu berkembang dikalangan ummat dan masyarakat.
5)      Mathla’ul Anwar bersikap tasamuh terhadap semua pendapat para ulama mujtahidin.[18]
Sedangkan madzhab yang dianut oleh Mathla’ul Anwar adalah Syafi’i dan Hambali, masyarakat yang mengikuti ormas Mathla’ul Anwar ini ternyata dari berbagai kalangan, sehingga banyak yang double ormas,  beberapa ada yang NU-MA, Muhammadiyah-MA, dll, sehingga Mathla’ul Anwar tidak hanya bermadzhab satu.[19]
Islam terpecah menjadi 72 golongan. Adapun golongan yang selamat menurut Mathla’ul Anwar ialah mereka yang Ahlus Sunah Al-Baidla-u-al Muhammadiyah Wa Thariqatunn Naqiyah. Ahlusunah yang bersih putih pengikut nabi Muhammad dan perjalanan yang suci bersih.[20]

6.      Kiprah Mathla’ul Anwar dalam Bidang Pendidikan, Dakwah dan Sosial
Mathla’ul Anwar lahir sebagai gerakan yang memusatkan sasarannya pada kepentingan untuk kemajuan keumatan yang terbagi dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial. Uraian kiprah Mathla’ul Anwar dalam bidang pendidikan, dakwah, dan sosial tersebut antara lain:

1.      Bidang Pendidikan
Mathla’ul Anwar memiliki tujuan untuk mencetak generasi Muslim yang menyadari akan tanggung jawabnya sebagai khalifah Allah di muka bumi untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya dalam rangka ibadah kepada Allah SWT. Karenanya Mathla’ul Anwar mendidik putra putrinya dengan:
a.       Menanamkan dan memantapkan aqidah Islamiyah yang disyariatkan yang benar
b.      Membiasakan ibadah-ibadah yang disyariatkan
c.       Membekali pengetahuan ke-Islaman serta berbagai disiplin ilmu dan skill yang berguna sesuai dengan tuntutan zaman
d.      Menanamkan kesadaran agar dapat hidup mandiri membangun lingkungan dan masyarakat serta membentengi diri dan lingkungannya dari pengaruh budaya negatif (yang bertentangan dengan ajaran Islam)
Mathla’ul Anwar (MA) sejak pertama kali didirikan tahun 1916 memfokuskan gerakannya dalam bidang pendidikan Islam yang diwujudkan melalui madrasah berpusat di Menes, dengan maksud untuk membentuk manusia muslim yang berakhlak mulia serta menjalankan syariat Islam. Namun, pada perkembangannya menjadi organisasi sosial kemasyarakatan yang tidak hanya terbatas menyelenggarakan pendidikan formal, tetapi juga pendidikan nonformal baik dakwah maupun sosial.[21]
Hingga tahun 1985, lembaga pendidikan yang didirikan oleh MA, memiliki 4.706 unit Madrasah Ibtidaiah, 737 buah Madrasah Tsanawiyah, 311 buah Madrasah Aliyah, dan 771 unit pondok pesantren. Jumlah siswa diseluruh lembaga pendidikan tersebut di atas tercatat sebanyak 344.614 orang.[22]
Kemudian tahun 2010, MA memiliki sekitar 6000 madrasah yang terdiri dari TK, Tsanawiyah/SMPI, Aliyah/SMA diseluruh Indonesia. Disamping itu, MA memiliki satu Perguruan Tinggi yakni Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) yang berada diatas tanah seluas 7 Ha, dilengkapi dengan asrama dan pondok pesantren. Peresmiannya dilakukan oleh wakil Presiden RI Tri Sutrisno tahun 1993 bertempat di Cikaliung Menes Pandeglang- Banten.55

2.      Bidang Dakwah
Mathla’ul Anwar sebagai organisasi Islam menjalankan tugasnya dalam bidang dakwah yang menjalankan “amar ma’ruf nahi mungkar” denganmemperhatikan kondisi dan sasaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan dakwah itu sendiri.[23]
Di bidang dakwah, Mathla’ul Anwar membina masyarakat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT dengan mengajarkan akidah yang benar dan murni, melepaskan diri dari tahayul, bid’ah dan khurafat.
Lahirnya Mathla’ul Anwar bertujuan agar ajaran Islam menjadi dasar kehidupan bagi individu dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Mathla’ul Anwarmenghimpun tenaga-tenaga pengajar agama Islam, mendirikan madrasah, memelihara pondok pesantren dan menyelenggarakan tabligh ke berbagai penjuru tanah air yang pada saat itu masih dikuasai oleh pemerintah jajahan Belanda. Pemerintah kolonial telah membiarkan rakyat bumi putra hidup dalam kebodohan dan kemiskinan. Hingga akhirnya Mathla’ul Anwar merumuskan pola dakwah dalam kegiatan dakwahnya.
Pola dakwahumat Islam seyogyanya merujuk pada pola dakwah Nabi Muhammad Saw. Begitupula seluruh ormas Islam di Indonesia termasuk Mathla’ul Anwar berupaya menduplikasi gerakan dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw, para nabi sebelumnya, para sahabat dan tabi’in tentunya dalam warna keindonesiaan. Sehingga pola dakwah Mathla’ul Anwar lebih kental dengan pendekatan kultural sistemik. Yaitu sebuah pendekatan yang dilaksanakan oleh para founding fatherMathla’ul Anwar dengan mengedepankan harmonisasi antara agama dan budaya Indonesia untuk diarahkan pada peningkatan kualitas pendidikan dan ekonomi umat. Bentuk konkret pola kultural sistemik ini terdapat pada khittah MA. Yang dimaksud dengan Khittah Mathla’ul anwar adalah garis-garis yang dijadikan landasan oleh Organisasi Mathla’ul Anwar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai Ormas Islam yang bergerak dalam bidang Pendidikan, Dakwah dan Sosial.[24]

3.      Bidang Sosial
Mathla’ul Anwar sebagai organisasi Islam yang bergerak dalam bidang sosial dengan berbagai usaha dan cara yang Islami agar masyarakat terhindar dari kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.[25] Dalam bidang sosial ini Mathla’ul Anwar bergerak dengan membina masyarakat agar mandiri baik secara sosial maupun ekonomi. Akan tetapi dalam pergerakannya dalam membina masyarakat, Mathla’ul Anwar lebih terfokus dalam menyiapkan sumber daya manusianya melalui pendidikan dan dakwah, sehingga mampu menyiapkan masyarakat dan kader yang mampu melakukan daya saing dalam ekonomi dan sosial kemasyarakatan.

















PENUTUP


A.    Kesimpulan
Pada abad ke-19,kondisi masyarakat Banten Selatan dan khususnya Menes-Ujung Kulon merupakan masyarakat dengan tingkat penindasan, kebodohan dan kemiskinan yang cukup tinggi.Masyarakat penuh kekacauan, kemaksiatan, perjudian, pelacuran, pencurian, perampokan dan menindas masyarakat dan akhirnya mematikan kehidupan ruh keagamaan.Ketidaksesuaian ajaran Islam yang diterapkan pada masa kesultanan Banten yang penuh dengan khurafat, tahayul dan bid’ah membuat keprihatinan para ulama Banten, kemudian para ulama meresponnya dengan mengadakan musyawarah yang bertempat di Kampung  Kananga-Menes, dipimpin oleh KH. Entol Mohammad Yasin dan KH.Tb. Mohammad Soleh serta ulama-ulama lainnya di sekitar Menes yang akhirnya memutuskan membuat sekolah dan kemudian membentuk organisasi Mathla’ul Anwar.
Tokoh-Tokoh Pendiri Mathla’ul Anwar antara lain: KH. Tb. Mohammad Saleh, KH. Mohammad EntolYasin, KH. MasAbdurrahman, K. Tegal, KH. Abdul Mu’ti, Soleman Cibinglu, KH. Daud, KH, Rusydi, E, Danawi dan terakhir KH. Mustghfiri. Sedangkan tokoh nasional Mathla’ul Anwar adalah KH Syeh Nawawi Albantani dan KH Mas Aburahman.
Mathla’ul Anwar bersifat keagamaan, independen, bertujuan untuk menerapkan akidah Islam menurut ahlussunah waljamah, berasaskan Pancasila, memajukan pendidikan di Indonesia terutama wilayah Banten, berupaya mensejahterakan masyarakat Banten dari penindasan bandit-bandit yang ada di Banten.
Struktur organisasi MA terdiri atas; pengurus tingkat pusat, tingkat wilayah, tingkat daerah, tingkat cabang, tingkat ranting serta badan-badan otonom.
Khittah atau garis-garis pokok Mathla’ul Anwar; Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ Sahabat Rasul, Ijtihad, dan tasamuh terhadap semua pendapat para ulama mujtahidin.
Kiprah Mathla’ul Anwar (MA) sebagai salah satu organisasi keagamaanyang bergerak dalam bidang kultural (pendidikan, dakwah dan sosial) antara lain:

·         Dalam  bidang pendidikan; Mathla’ul Anwar memiliki tujuan untuk mencetak generasi Muslim yang berpendidikan, bermoral dan berintelektual melalui sekolah-sekolah, universitas dan yang  Mathla’ul Anwar bangun.
·         Dalam bidang dakwah; Di bidang dakwah, Mathla’ul Anwar membina masyarakat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT dengan mengajarkan akidah yang benar dan murni, melepaskan diri dari tahayul, bid’ah dan khurafat melalui pendidikan dan dakwah di pesantren-pesantren yang dibangun serta tabligh-tabligh yang diselenggarakan.
·         Dalam bidang sosial; Mathla’ul Anwar bergerak dengan membina masyarakat agar mandiri baik secara sosial maupun ekonomi. Akan tetapi dalam pergerakannya dalam membina masyarakat, Mathla’ul Anwar lebih terfokus dalam menyiapkan sumber daya manusianya melalui pendidikan dan dakwah, sehingga mampu menyiapkan masyarakat dan kader yang mampu melakukan daya saing dalam ekonomi dan sosial kemasyarakatan.













DAFTAR PUSTAKA


Abu Bakar, Uwes, 2016.  Islachul Ummah Dalam Menerangkan Arti ASWAJA, Jakarta: PB. Mathla’ul Anwar
Djuwaeli, M. Irsjad. 1996. Sejarah dan Khittah Mathla’ul Anwar. Jakarta: PB Mathla’ul Anwar.
Ensiklopedi Islam, 1994. Ensiklopedi Islam Math’alul Anwar, Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve.
Hendropuspito, D. 1983. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisiun Media.
Kartodirdjo, Sartono. 1984. Pemberontakan Petani Banten 1888. Jakarta: Pustaka Jaya.
Masykur Musa, Ali. 2014. Membumikan Islam Nusantara. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
Nata, Abuddin, 2001. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Grasindo.
Noer, Deliar. 1995. Gerakan Modern Islam Di Indoneseia. Jakarta: LP3ES.
PB. Mathla’ul Anwar, 2015. Hasil Muktamar XIX Mathla’ul Anwar, Pandegelang: PB. Mathla’ul Anwar

PB. Mathla’ul Anwar, 2016. Pedoman Organisasi Mathla’ul Anwar, Jakarta: PB. Mathla’ul Anwar
Rosidin, Didin, 2007. Dari Kampung ke Kota, Sebuah Studi Perjalanan Mathla’ul Anwar dari Tahun 1916-1998,”Disertasi Leiden University: Fakulty of Humanity.
Rosidin, Didin, 2007. Quo Vadis Mathla’ul Anwar. Jakarta: PT Grasindo
Sarjaya, Syibli. 1996. Dirosah Islamiyah 1 Sejarah dan Khittah Mathla’ul Anwar. Jakarta: PB Mathla’ul Anwar.
Shihab, Quraish, 2001. Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Solihin,Iin, 2010. ”Mathla’ul Anwar Dalam Konstelasi Politik Nasional Pasca Orde Baru,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta.
Syatibi, Aas. 2006. “Partisipasi Politik Mathla’ul Anwar Di Indonesia,” Skripsi S1 Fakultas Syari’ah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Jakarta.
Tebba, Sudirman, 1993. Islam Orde Baru: perubahan politik dan keagamaan. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.


[1]Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indoneseia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1995), hlm. 121.
[2]Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888 (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984, Cet I ), hlm. 157.
[3] Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 194
[4]Sudirman Tebba, Islam Orde Baru: perubahan politik dan keagamaan, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1993), hlm. 249.
[5] D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisiun Media, 1983), hlm. 31.
[6]Ali Masykur Musa, Membumikan Islam Nusantara, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2014), hlm. 177.
[7] M. Irsjad Djuwaeli, Sejarah dan Khittah Mathla’ul Anwar, (Jakarta: PB Mathla’ul Anwar, 1996), hlm. 10.
[8] Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888 (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984, Cet I), hlm. 157
[9]Aas Syatibi, ”Partisipasi Politik Mathla’ul Anwar Di Indonesia,” (Skripsi S1 Fakultas Syari’ah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006), hlm. 25.
[10]Didin Nurul Rosidin, Quo Vadis Mathla’ul Anwar, Makalah disampaikan pada Rakernas Mathla’ul Anwar di Batam, 7-9 Juli 2007, hlm. 2-3. Menurut Karel A. Steenbrink bahwa, faktor pertumbuhan gerakan Islam di Indonesia melalui pendirian madrasah, pertama, faktor keinginan kembali pada al-Qur’an dan Sunnah, kedua, semangat nasionalisme melawan penguasa kolonial Belanda, ketiga, untuk memperkuat basis gerakan sosial, ekonomi, budaya dan politik, keempat, faktor untuk melakukan pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia. Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT Grasindo, 2001), hlm. 196.
[11]Syibli Sarjaya, dkk., Dirosah Islamiyah 1 Sejarah dan Khittah Mathla’ul Anwar (Jakarta: PB Mathla’ul Anwar, 1996), hlm. 8.

[12] Didin Nurul Rosidin, “Dari Kampung ke Kota, Sebuah Studi Perjalanan Mathla’ul Anwar dari Tahun 1916-1998,” (Disertasi Leiden University: Fakulty of Humanity, 2007), hlm.18-19.
[13]Ada beberapa catatan perbedaan dalam jumlah orang yang terlibat dalam pendirian MA. Secara umum ada yang mengatakan bahwa jumlah pendiri MA berjumlah 10 orang nama yang disebutkan, sedangkan nama Tb. Tirtawinata dan Kiyai Muhammad Nur tidak dicantumkan sehingga berjumlah 12 orang. Lihat. Didin Nurul Rosidin, “Dari Kampung ke Kota, Sebuah Studi Perjalanan Mathla’ul Anwar dari Tahun 1916-1998,” hlm.158.

[14]Iin Solihin, ”Mathla’ul Anwar Dalam Konstelasi Politik Nasional Pasca Orde Baru,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010), hlm. 16.
[15]http://mathlaulanwar.or.id/sejarah/ PB. Mathla’ul Anwar, Hasil Muktamar XIX Mathla’ul Anwar, (Pandegelang: PB. Mathla’ul Anwar, 2015), hlm. 126.
[16] PB. Mathla’ul Anwar, Pedoman Organisasi Mathla’ul Anwar, (Jakarta: PB. Mathla’ul Anwar, 2016), hlm. 20.
[17] Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Math’alul Anwar, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 1994, Cet: 2) hal. 204-205.
[18] PB. Mathla’ul Anwar, Hasil Muktamar XIX Mathla’ul Anwar, (Pandegelang: PB. Mathla’ul Anwar, 2015), hlm. 163.
[19] Wawancara dengan beberapa pengurus Mathla’ul Anwar pada acara Islamic Fair di ICE BSD tanggal 24 November 2017.
[20] KH. Uwes Abu Bakar, Islachul Ummah Dalam Menerangkan Arti ASWAJA, (Jakarta: PB. Mathla’ul Anwar, 2016), hlm. 22.
[21]Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Math’alul Anwar, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, Cet: 2, 1994), hlm. 204.

[22]Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Math’alul Anwar, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, Cet: 2, 1994), hlm. 205.
[23]Syibli Sarjaya, dkk., Dirosah Islamiyah 1 Sejarah dan Khittah Mathla’ul Anwar, hlm. 8.
[24] Disampaikan Oleh Ketua Pimpinan Mathla’ul Anwar Provinsi Jawa Barat pada acara Silaturahmi Ormas Islam se-Jawa Barat di Hotel Marbella Dago Bandung tanggal 4 -5 Dzulhijjah 1434 H bertepatan dengan 9 – 10 Oktober 2013.
[25]Iin Solihin, ”Mathla’ul Anwar Dalam Konstelasi Politik Nasional Pasca Orde Baru,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010), hlm. 16.


Komentar

Posting Komentar