Bronislaw
Malinowski (1884-1942), merupakan tokoh yang mengembangkan teori
fungsional tentang kebudayaan, atau a functional theory of culture[1].
Manusia sebagai makhluk hidup yang mampu
bertahan hidup dalam suatu budaya, agar dapat bertahan hidup maka setiap orang
membutuhkan pengetahuan tertentu mengenai tatakerja dan tatacara hal-ihwal di
dunia dan sekelilingnya.Sebagian pengetahuan mungkin didasarkan dari
pengalaman.Sebagian lainnya berupa pengetahuan teoritik, artinya pengetahuan
yang menjelaskan fenomena empirik. Teori bukanlah sekedar ikhtisar data
ringkas, karena ia tidak hanya mengatakan “apa” yang terjadi melainkan
“mengapa” sesuatu terjadi sebagai yang berlaku dalam kenyataan[2]. Inti
dari teori Malinowski menjelaskan bahwa segala aktivitas kebudayaan itu
sebenarnya memuaskan suatu rangkaian kebutuhan naluri makhluk manusia yang
berhubungan dengan kehidupannya.Kebutuhan itu meliputi kebutuhan
primer/biologis maupun kebutuhan sekunder/psikologis, kebutuhan mendasar yang
muncul dari kebudayaan itu sendiri.
Teori Malinowski
menegaskan definisi budaya sebagai hasil cipta, karya dan karsa
manusia.Kebudayaan mempunyai nilai pragmatis sebelum manusia mencipta, yang terlebih dahulu
ada adalah tujuan dari penciptaan itu sendiri.Pandangan fungsional atas
kebudayaan menekankan bahwa setiap pola tingkah-laku, setiap kepercayaan dan
sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan suatu masyarakat, memerankan fungsi
dasar di dalam kebudayaan yang bersangkutan.
Budaya yang
merupakan hasil belajar manusia termasuk dalam penyepakatan sebuah budaya,
dalam proses belajar masyarakat menelaah kekurangan dan kelebihan yang akan
mereka rasakan. Ketika kekurangan dari sebuah budaya terlalu banyak dan
beresiko untuk dipertahankan maka kebudayaan tersebut akan tersingkir. Dalam
hal ini terori fungsi kebudayaan akan memperinci kedudukan kebudayaan di
masyarakat melalui fungsinya.
Setelah
mengetahui begitu besar hubungan antara teori fungsi dengan realita kebudayaan
di masyarakat, maka dalam penulisan makalah ini akan dibahas mengenai teori
fungsionalisme dalam kebudayaandan keterkaitannya dengan rencana penelitian
tesis penulis.
A.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
teori fungsionalisme kebudayaan
?
2. Bagaimana
aplikasi teori fungsionalisme dalam realita kebudayaan dalam masyarakat serta
keterkaitannya dengan penelitian tesis penulis ?
B.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
teori fungsionalisme kebudayaan.
2. Mengetahui
aplikasi teori fungsionalisme kebudayaan dalam realita masyarakat serta
keterkaitannya dengan penelitian tesis penulis.
C.
Manfaat
Penulisan
Penulisan
makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pembaca dalam memahami
teori fungsionalisme sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
pembaca mengenai teori fungsionalisme kebudayaan serta aplikasinya dalam
masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Fungsionalisme Kebudayaan
Ada beberapa tokoh yang
mengembangkan teori fungsionalisme, diantaranya adalahB. Malinowski (1884 –
1942 ), A.R. Radcliff Brown (1881 – 1955 ), E. Durkheim (1858 – 1917), dan T.
Parson. Namun dalam pembahasan ini penulis hanya akan membahas teori dari B.Malinowski dan A.R. Radclife Brown saja.
a.
Teori
Fungsionalisme B. Malinowski
Bronislaw
Malinowski (1884-1942), merupakan tokoh yang mengembangkan teori
fungsional tentang kebudayaan, atau a functional theory of culture[3].
Inti dari teori Malinowski menjelaskan bahwa segala aktivitas kebudayaan
itu sebenarnya memuaskan suatu rangkaian kebutuhan naluri makhluk manusia yang
berhubungan dengan kehidupannya.Kebutuhan itu meliputi kebutuhan
primer/biologis maupun kebutuhan sekunder/psikologis, kebutuhan mendasar yang
muncul dari kebudayaan itu sendiri.
Malinowski berpendapat bahwa
pada dasarnya kebutuhan manusia sama, baik itu kebutuhan yang bersifat biologis
maupun yang bersifat psikologis dan kebudayaan pada pokoknya memenuhi kebutuhan
tersebut. Menurut pendapatnya, ada tiga tingkatan yang harus terekayasa dalam
kebudayaan, yaitu:
1. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan akan pangan
dan prokreasi
2. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti kebutuhan akan
hukum dan pendidikan.
3. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti agama dan
kesenian.
Malinowski
melakukan penelitian di kepulauan Trobriant.Penelitian
tersebut menggambarkan tentang sistem Kula Ring, yakni berdagang
yang disertai upacara ritualkeagamaan, yang membawa benda suci untuk memenuhi kebutuhan manusia yang dilakoni
oleh penduduk di kepulauan Trobriand dan kepulauan sekitarnya.Perdagangan
tersebut dilakukan dengan menggunakan perahu kecil bercadik menuju pulau
lainnya yang jaraknya cukup jauh. Benda-benda yang diperdagangkan dilakukan dengan
tukar menukar (barter) berbagai macam bahan makanan, barang-barang kerajinan,
alat-alat perikanan, selain daripada itu yang paling menonjol dan menarik
perhatian adalah bentuk pertukaran perhiasan yang oleh penduduk Trobriand
sangat berharga dan bernilai tinggi. Yakni kalung kerang (sulava) yang
beradar satu arah mengikuti arah jarum jam, dan sebaliknya gelang-gelang kerang
(mwali) yang beredar berlawanan dari arah kalung kerang dipertukarkan.
Berikut skema perdagangan di Kepulauan Trobriand meurut Malinowski :
Karangan etnografi dari hasil penelitian lapangan tersebut
tidak lain adalah bentuk perkeonomian masyarakat di kepulauan Trobriand dengan
kepulauan sekitarnya. Hanya dengan menggunakan teknologi sederhana dalam
mengarungi topografi lautan Pasifik, namun disisi lain tidak hanya itu, tetapi yang menarik dalam karangan tersebut ialah keterkaitan sistem perdagangan atau
ekonomi yang saling terkait dengan unsur kebudayaan lainnya seperti
kepercayaan, sistem kekerabatan dan organisasi sosial yang berlaku pada
masyarakat Trobriand. Dari berbagai aspek tersebut terbentuk kerangka etnografi
yang saling berhubungan satu sama lain melalui fungsi dari aktifitas tersebut.
Pokok dari tulisan tersebut oleh Malinowski ditegaskan sebagai bentuk etnografi yang
berintegrasi secara fungsional.Selain dari hasil karya etnografinya, tentunya
harus diperhatikan pula upaya-upaya Malinowski dalam mengembangkan konsep
teknik dan metode penelitian.Sangat lugas ditekankan pentingnya penelitian yang turun langsung ketengah-tengah
objek masyarakat yang diteliti, menguasai bahasa mereka agar dapat
memahami apa yang objek lakukan sesuai dengan konsep yang berlaku pada
masyarakat itu sendiri dan kebiasaan yang dikembangkan menjadi metode adalah
pencatatan. Mencatat seluruh aktifitas dan kegiatan atau suatu kasus yang
konkret dari unsur kehidupan.Selain itu
yang patut diketahui
oleh para peneliti, menurut Malinowski
adalah kemampuan keterampilan analitik agar dapat memahami latar dan fungsi
dari aspek yang diteliti, adat dan pranata sosial dalam masyarakat. Konsep
tersebut dirumuskan kedalam tingkatan abstraksi mengenai fungsi aspek
kebudayaan, yakni:
1.
Saling keterkaitannya
secara otomatis, pengaruh dan efeknya terhadap aspek lainnya.
2. Konsep oleh masyarakat
yang bersangkutan.
3. Unsur-unsur dalam
kehidupan sosial masyarakat yang terintegrasi secara fungsional.
4. Esensi atau inti dari
kegiatan/aktifitas tersebut tak lain adalah berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan
dasar “biologis” manusia.
Melalui tingkatan
abstraksi tersebut Malinowski kemudian mempertegas inti dari teorinya dengan
mengasumsikan bahwa segala kegiatan/aktifitas manusia dalam unsur-unsur
kebudayaan sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah
kebutuhan naluri mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh
kehidupannya.Kelompok sosial atau organisasi sebagai contoh, awalnya merupakan
kebutuhan manusia yang suka
berkumpul dan berinteraksi, perilaku ini berkembang dalam bentuk yang lebih
solid dalam artian perkumpulan tersebut dilembagakan melalui rekayasa manusia.
Dalam
konsep fungsionalisme Malinowski dijelaskan beberapa unsur kebutuhan pokok
manusia yang terlembagakan dalam kebudayaan dan berfungsi untuk pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan manusia. Seperti kebutuhan gizi (nutrition), berkembang
biak (reproduction), kenyamanan jasmani (body comforts), keselamatan
dan ketahanan (safety), rekreasi (relaxation), pergerakan (movement),
dan tumbuh kembang (growth). Setiap lembaga sosial (institution, dalam istilah Malinowski) memiliki bagian-bagian
yang harus dipenuhi dalam kebudayaan.
b.
Teori
Fungsionalisme A.R. Radclife Brown
Menurut
A.R. Radclife Brown fungsi dari kebudayaan ditunjukkan untuk memelihara utuhnya
dan jalannya struktur sosial.Teori-teori Struktural dalam ilmu antropologi ada beberapa
macam, tetapi konsepnya untuk pertama kali diajukan oleh A. R. Radcliff-Brown[4].
Sasaran pengkajian Radcliffe-Brown adalah sistem sosial atau proses sosial.
Sistem yang dimaksud Radcliffe-Brown adalah mengenai “hubungan nyata di antara
individu”, atau lebih tepatnya antara individu yang menduduki peranan sosial,
yakni “antara persons”.Jalinan hubungan ini menjadi “struktur sosial” yang
bukan abstraksi.Struktur sosial “terdiri dari” penjumlahan semua hubungan
sosial dan individu pada saat tertentu[5].
Struktur
sosial menurut A.R. Radclife Brown adalah sebagai berikut :
1.
Perumusan berbagai macam hubungan antara individu dalam
masyarakat.
2.
Struktur sosial mengendalikan tindakan individu dalam
masyarakat.
3.
Struktur sosial harus diabstraksikan secara konkrit dan
induksi.
4.
Hubungan interaksi antar individu adalah konkrit dan dapat
diobservasikan.
5.
Melalui struktur sosial dapat diselami latar belakang
kehidupan masyarakat.
6.
Struktur sosial hanya dapat diketahui dari penelitian
lapangan.
7.
Struktur dapat dipakai sebagai pembatas atau pembeda dari
suatu masyarakat yang lain.
Dasar-dasar
analisis fungsional structural menurut A.R. Radclife Brown adalah sebagai
berikut:
1.
Pentingnya integrasi dari bagian–bagian masyarakat untuk survive.
2.
Proses–proses yang mempertahankan integritas atau
solidaritas.
3.
Bentuk struktur masyarakat dapat dilihat dari krontibusinya
terhadap keperluan solidaritas.
Dasar–dasar
pemikiran struktural fungsionalisme:
1.
Aspek biologi dalam ilmu sosial:
a.
Dari bentuk sederhana berkembang ke kompleks
b.
Unsur-unsurnya saling berkaitan
c.
Berkembangnya melalui adaptasi
2.
Individu/masyarakat dan organisasi:
a.
Keduanya tumbuh berkembang
b.
Pertambahan jumlah/populasi berarti pertambahan dalam
kekompakan dan perbedaan.
c.
Perkembangan atau kemajuan perbedaan dalam struktur diikuti
dengan perbedaan fungsi.
d.
Keduanya saling tergantung dengan perubahan dari satu bagian
dengan bagian yang lain.
e.
Didalamnya terdapat satuan-satuan masyarakat kecil atau
mikro organisme.
f.
Seluruh kehidupan/kegiatannya dapat dihancurkan tetapi
bagiannya (ideologi) akan tetap hidup untuk sementara waktu.
B.
Aplikasi teori fungsionalisme
kebudayaan dalam realita masyarakat serta keterkaitannya dengan
rencana tesis penulis
a.
Aplikasi teori fungsionalisme
Teori fungsionalisme B.Malinowski menerangkan bahwa segalaaktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan
suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang
berhubungan dengan seluruh kehidupannya.Kebutuhan itu meliputi kebutuhan
primer/biologis dan sekunder/psikologis, serta kebutuhan mendasar yang muncul
dari perkembangan kebudayaan itu sendiri. Sebagai contohnya Malinowski
menggambarkan bahwa cinta dan seks merupakan kebutuhan biologis manusia yang
harus dipertahankan dalam konteks pacaran, kemudian pacaran menuju perkawinan
yang menciptakan keluarga, dan keluarga
tercipta menjadi landasan bagi kekerabatan dan klan. Apabila kekerabatan tercipta kemudian akan ada sistem yang mengaturnya. Selanjutnya akan dibahas sistem
kekerabatan dan fungsinya dalam kebudayaan.
Dalam bidang kesenian misalnya sebagai salah satu unsur kebudayaan, seni berawal
dari kebutuhan manusia yang ingin memenuhi kebutuhan nalurinya akan keindahan.Ilmu
pengetahuan juga timbul karena kebutuhan manusia untuk tahu.Terdapat juga
aktivitas kebudayaan yang tejadi karena penggabungan dari beberapa kebutuhan
masyarakat. Contohnya budaya yang muncul akibat kepentingan kelompok masyarakat
tertentu, misalnya kelompok masyarakat petani, nelayan, atau para politikus,
akademisi dan lain-lain . Masing-masing dari kelompok tersebut akan selalu
berusaha menjaga eksistensinya agar dapat menjalankan fungsinya untuk memenuhi
kebutuhan dari kelompoknya sendiri.
Untuk mengembangkan
maupun memenuhi kebutuhannya, manusia harus mengorganisasi peralatan, artefak,
dan kegiatan menghasilkan makan melalui bimbingan pengetahuan, dengan kata lain
melalui proses belajar manusia dapat meningkatkan eksistensinya. Jadi kebutuhan
ilmu dalam proses belajar adalah mutlak. Selain itu tindakan manusia juga harus
dibimbing oleh keyakinan, demikian pula magik. Karena tatkala manusia
mengembangkan sistem pengetahuan ia akan terikat dan dituntut untuk meneliti
asal mula kemanusiaan, nasib, kehidupan, kematian dan alam semesta. Jadi,
sebagai hasil langsung kebutuhan manusia untuk membangun sistem dan
mengorganisasi pengetahuan, timbul pula kebutuhan akan agama.
b.
Keterkaitan teori fungsionalisme kebudayaan
dengan rencana tesis penulis
Penulis
berencana akan meneliti sebuah kesenian ritual yang bernama ritual hodo, di
Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Ritual Hodo
merupakan kesenian tradisi yang terkait erat dengan kehidupan masyarakat
Asembagus di Situbondo khususnya di Desa Bantal.Ritual Hodo merupakan
penggambaran kehidupan yang terkait erat dengan sistem religi dan adat
istiadat. Upacara Hodo bertujuan memohon kepada Allah.SWT, untuk meminta
hujan Bentuk penyajian dari upacara Hodo
terdiri dari seni musik, seni resitasi dan seni tari yang terintegrasi dalam
sebuah pertunjukan utuh. Upacara hodo biasa diselenggarakan setiap tahun pada
bulan september. Asal mula kata Hodo berasal dari kata Do hodo yang berasal dari bahasa madura dengan arti di atas langit ada langit, dan
disempurnakan menjadi kata hodo.
Awal kemunculan dan eksistensi
kesenian hodo ini belum diketahui secara pasti, Namun menurut narasumber,
kesenian hodo muncul di Pedukuhan Pariopo Desa Bantal Kecamatan Asembagus
Kabupaten Situbondo yang merupakan ritual dari peninggalan nenek moyang.[6]Menurut
cerita dari narasumber wilayah dukuh Pariopo ini adalah tempat pesinggahan
penguasa dan para pejabat kerajaan Majapahit, setelah memerangi kadipaten
Blambangan.Di padukuhan Pariopo inilah prajurit dan pejabat kerajaan singgah
untuk istirahat sejenak melepas lelah selama perjalanan berlangsung.Wilayah
Dukuh Pariopo adalah daerah yang kering dan tandus, melihat kondisi atau daerah
Pariopo yang kering dan tandus, penguasa kerajaan Raden Damarwulan
prihatin.Kemudian Raden Damarwulan melakukan persemedian di goa dekat daerah
Pariopo berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa meminta suatu petunjuk dan permohonan
agar diturunkan hujan. Dapat diambil kesimpulan bahwa dari cerita itulah yang
memunculkan ritual hodo yang hingga sekarang telah mencapai lima generasi dan
tetap eksis bertahan, dan diteruskan oleh generasi berikutnya.[7]
Bila kita amati rencana tesis
diatas menggunakan teori fungsionalisme, Ritual kesenian hododi Desa Bantal
sama halnya seperti ritual Kula ring
di kepulauan Trobriand. Masyarakat Desa
Bantal melaksanakan ritual hodo juga memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan
kelompok masyarakat tersebut. Menurut pandangan Malinowski ada tiga kebutuhan
manusia yang harus terekayasa dalam suatu kebudayaan seperti yang sudah dibahas
diawal.
Kebutuhan
yang pertama yaitu Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan akan pangan
dan prokreasi. Profesi masyarakat
Desa Bantal mayoritas adalah sebagai petani dan peternak. Desa Bantal merupakan
daerah yang kering dan panas maka tidak jarang petani mengalami kesulitan dalam
mengolah lahan pertaniannya, untuk mengairi sawah saja terkadang harus membeli
air dari daerah lain dengan harga yang cukup mahal. Belum lagi sering
terjadinya wabah penyakit pada tanaman serta hama yang bisa menyebabkan petani
gagal panen. Ritual hodo bagi masyarakat Bantal diyakini dapat mengatasi
masalah tersebut, melalui permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk meminta
hujan, selamatan desa, serta wujud rasa syukur masyarakat sekitar atas
keberhasilan penen sebelumnya. Ritual hodo bagi masyarakat Desa Bantal juga
menjadi ajang silaturrahmi bertemunya antar sesama warga Desa, Sehingga warga
yang dalam kegiatan sehari-hari belum tentu bertemu, dalam ritual hodo,
diharapkan menjadi salah satu upaya untuk mempertemukannya. Selain itu, Ritual
hodo juga menjadi tempat rekreasi bagi masyarakat Desa Bantal, karena dalam
ritual tersebut terdapat beberapa bentuk seni pertunjukan yang menarik yaitu
perpaduan antara seni musik, tari dan resitasi yang terintegrasi secara utuh.
Pertunjukan tersebut jugamenjadi menarik karena pertunjukan hanya diadakan
setahun sekali, hal ini yang membuat masyarakat kemudian tidak ingin melewatkan
pertunjukan tersebut.
Kebutuhan
yang kedua yaitu kebudayaan harus memenuhi kebutuhan
instrumental,seperti kebutuhan akan hukum dan pendidikan. Ritual hodo juga mengandung unsur pendidikan
didalamnya. Hal ini bisa dilihat dariunsur mantra resitasi yang digunakan,
resitasi tersebut berisi permohonan serta pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
serta mengingatkan kepada kita bahwa “di atas langit ada langit” sesuai dengan
arti kata “do hodo”. Ritual Hodo
memberikan pendidikan kepada masyarakat bahwa kita sebagai manusia tidak boleh
sombong karena kedudukan manusia di mata Tuhan adalah sama.
Kebutuhan
yang ketiga yaitu kebudayaan harus memenuhi kebutuhan
integratif, seperti agama dan kesenian. Kesenian
ritual hodo sengat erat dengan religiusitas. Dalam ritual hodo yang merupakan
warisan budaya dari nenek moyang, mendapatkan pengaruh dari budaya islam yang
dominan dalam masyarakat Desa Bantal. Hal ini yang kemudian menjadi kesatuan integral dalam ritual tersebut
antara seni, ritual dan agama. Melihat data diatas jika dihubungkan dengan
konsep kebutuhan menurut Malinowski, Ritual hodo sesuai dengan konsep
Malinowski yakni ritual tersebut dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakatnya.Hubungan antara pemahaman atas konsep teori fungsionalisme dan
keterkaitannya dengan Ritual Hodo di Desa Bantal, dapat disimpulkan bahwa ritual
hodo bagi masyarakat Desa Bantal merupakan sebuah aktivitas untukmemuaskan
suatu rangkaian kebutuhan naluri makhluk manusia (masyarakat Desa Bantal) meliputi kebutuhan
primer/biologis maupun kebutuhan sekunder/psikologis.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Malinowski
menjelaskan bahwa segala aktivitas kebudayaan itu
sebenarnya memuaskan suatu rangkaian kebutuhan naluri makhluk manusia yang
berhubungan dengan kehidupannya. Kebutuhan itu meliputi kebutuhan
primer/biologis maupun kebutuhan sekunder/psikologis, kebutuhan mendasar yang
muncul dari kebudayaan itu sendiri.Sedangkan
menurut A.R.
Radclife Brown fungsi dari kebudayaan ditunjukkan untuk memelihara utuhnya dan
jalannya struktur sosial.Teori
Fungsionalisme lahir karena masih didapatkannya
kelemahan-kelemahan pada paradigma-paradigma sebelumnya,(evolusi, difusi, dan
sejarah kebudayaan). Pemikiran
structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu
menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ
yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau
konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup.Sama halnya
dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan
untuk mencapai keteraturan sosial.
Dalam Teori Fungsionalisme dan aplikasinya dalam
masyarakat, Teori tersebut memandang bahwa aktivitas kebudayaan
itu sebenarnya memuaskan suatu rangkaian kebutuhan naluri makhluk manusia yang
berhubungan dengan kehidupannya. Namun dalam
kenyataannya untuk memenuhi setiap kebutuhan itu harus disertai faktor
pendukung. Bila kita amati dalam kehidupan masyarakat, masih banyak hal yang
masih perlu diperbuat dan diusahakan oleh setiap individu maupun masyarakat
agar dapat memenuhi kebutuhannya dari tingkat paling bawah sampai ketingkatan
yang teratas.
B.
Saran
Kita
sebagai mahasiswa yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang multikultur dan
Heterogen, hendaknya mampu untuk memahami akan budaya sekitar. Untuk memahami
kebudayaan yang semakin kompleks maka dibutuhkan berbagai teori atau pandangan
untuk mengkajinya. Oleh karena itu sebagai akademisi, kita hendaknya dapat
menambah ilmu serta bisa mengaplikasikan ilmu tersebut untuk kepentingan
masyarakat. Sehingga diharapkan dengan kontribusi tersebut bisa memberikan
manfaat dan berguna untuk masyarakat.
.
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, David& Robert A. Manners. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Koentjaraningrat,
1980.Sejarah Antropologi I.Jakarta : Universitas Indonesia.
Kuper,
Adam, 1996. Pokok
Dan Tokoh Antropologi. Jakarta: Bhratara.
Pramadiansyah, Firman,2009, Seni
Tradisional Hodo di Desa Bantal Kecamatan
Asembagus Kabupaten
Situbondo Jawa Timur suatu tinjauan musikologis,Skripsi
S1 Seni
Musik ISI Yogyakarta.
[1] Koentjaraningrat,.Sejarah Antropologi I, Jakarta,Universitas
Indonesia, 1980, hal 162
[2] Kaplan, David, Teori Budaya,
Yogyakarta,pustaka pelajar, 2002, Hal 15
[3] Koentjaraningrat, Sejarah Antropologi I, Jakarta,Universitas
Indonesia, 1980, hal 162
[4] Koentjaraningrat, Sejarah Antropologi I. Jakarta,
Universitas Indonesia,1980, hal 172
[5] Kuper, Adam, Pokok Dan Tokoh Antropologi. Jakarta,
Bhratara.1996
[6] Wawancara dengan Candra Noratio, selaku tim penggali atau peneliti
seni tradisional Hodo sebelumnya.
[7]Noratio Candra, SinopsisRitual
Budaya Hodo, Tarian Sakral Minta Hujan, Tim Penggali Ritual Hodo, Desa
Bantal Kec. Asembagus Kab. Situbondo Jawa Timur
Komentar
Posting Komentar