A.
Biografi
KH. Ali Mustafa Yaqub
Ali Mustafa Yaqub lahir di desa Kemiri,
kecamatan Subah, Kabupaten Batang Jawa Tengah, pada tanggal 02 Maret 1952, ia
lahir dari sebuah keluarga yang taat menjalankan agama.[1] Beliau
berdomisili di Jl. SD. Inpres No. 11 RT.002 RW.09 Pisangan-Barat Ciputat,
Tangerang-Selatan Banten. Secara garis besar, pendidikan Ali Mustafa Yaqub
adalah: Pondok Pesantren Seblak Jombang (1966–1969), Pondok Pesantren
Tebuireng, Jombang (1969–1971), Fakultas Syariah Universitas Hasyim Asy’ari,
Jombang (1972–1975), Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud,
Riyadh, Saudi Arabia S1 (1976–1980), Fakultas Pascasarjana Universitas King
Saud, Riyadh, Saudi Arabia, Spesialisasi Tafsir Hadits S2 (1980–1985),
Universitas Nizamia, Hyderabad, India, dengan Spesialisasi Hukum Islam S3
(2005–2008).[2]
Ali Mustafa Yaqub merupakan seorang imam
besar di masjid Istiqlal. Ali Mustafa Yaqub lahir dan tumbuh dalam lingkungan
keluarga yang taat beragama Islam dan berkecukupan. Pada masa kecilnya setelah
pulang dari belajar di sekolah dasar (SD) di tempat kelahiranya, ia membantu
temannya menggembala kerbau di lereng-lereng bukit pesisir Utara Jawa Tengah.[3] Kebiasaan
ini kelak membentuk karakter dan kepribadiannya yang tegas, kritis dan peduli.
Ayahnya bernama Yaqub, seorang muballig
terkemuka pada zamannya dan imam di masjid-masjid Jawa Tengah. Ayahnya memiliki
misi “Menegakkan Amar Ma’ruf dan memberantas kemungkaran”. Sejak matahari
terbit sampai terbenam ayahnya melakukan rutinitas belajar dan mengajar.
Ayahnya mengajar tanpa pamrih dan hanya mengharap Ridha Allah Subḥānahu wa
Ta’ālā, berjiwa besar, bersahaja dan tegas dalam membela agama Allah Subḥānahu
wa Ta’ālā. Sedangkan ibunya bernama Zulaikha, seorang ustadzah dan ibu rumah
tangga yang ikut membantu perjuangan suaminya (Yaqub). Zulaikha meninggal pada
tahun 1996. Ali Mustafa Yaqub memiliki tujuh bersaudara, dari tujuh bersaudara
tersebut, dua diantaranya meninggal dunia, dan yang masih hidup lima
bersaudara, salah satu kakaknya yang bernama Dahlan Nuri Yaqub mengikuti jejak
ayahnya, dan sekarang menjadi pengasuh pondok pesantren Darussalam di Batang
Jawa Tengah.[4]
Kakek dari ayah beliau bernama Joyo
Truno, pekerjaannya seorang petani. Nama nenek
dari ayah (beliau lupa). Pekerjaan nenek beliau ibu rumah tangga. Beliau
menikah pada tahun 1986, nama istri beliau Ibu Hj. Ulfah Uswatun Hasnah, dari pernikahannya dengan
Hj. Ulfah, Beliau
dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Ziaul haramain yang lahir pada
tahun 1991, dan sekarang sedang menduduki pendidikan kelas tiga aliyah di
Pondok Pesantren Sunan Pendanaran Yogyakarta.[5]
Setelah sekian lama mengabdikan diri
untuk agama dan umat, tidak pernah berhenti berkontribusi positif untuk nusa
dan bangsa, baik melalui lisan maupun tulisan, akhirnya Ali Mustafa Yaqub
menghembuskan nafasnya yang dterakhir di Rumah Sakit Hermina, Ciputat, pada pukul
06.00 dalam usia 64 tahun.[6]
B.
Situasi
Masyarakat di Zaman Ali Mustafa Yaqub
Pada zaman KH. Ali Mustafa Yaqub semasa
hidupnya, banyak penafsiran yang kurang tepat selama ini dalam memahami hadits,
dan hal ini terus berkembang di masyarakat. KH. Ali Mustafa Yaqub termasuk
ulama Indonesia garda depan yang mengamatinya sekaligus meluruskannya. Salah
satu cara yang ia lakukan adalah dengan menulis buku atau makalah, di majalah,
jurnal atau koran serta mengisi seminar atau ceramah-ceramah.
Yang melatarbelakangi motifasi KH. Ali
Mustafa Yaqub untuk belajar hadits adalah ia merasakan dua kenikmatan dengan
belajar hadits yaitu bisa mempelajari kehidupan Nabi Saw., sehingga seakan-akan
melihat Nabi Saw. dan yang kedua bisa banyak bershalawat kepada Nabi Saw.
Peran terpenting Ali Mustafa Yaqub di
dalam ranah dakwah adalah pada kajian hadits di Indonesia adalah berusaha
mengembangkan wawasan pemikiran dalam ilmu hadits dan berupaya melakukan
pembelaan dari serangan orientalis dan rasionalis murni.[7] Pemikiran
orientalis yang gencar menyerang Islam, seperti Goldziher dan Josep Schacht
yang sering dijadikan rujukan ketika membahas sejarah hadits dan kritik sanad,
benar-benar dibendung oleh Ali Mustafa Yaqub. Pemikiran-pemikiran orientalis
tersebut cenderung menolak dan meragukan orisinalitas hadits berasal dari
Rasulullah saw. Banyak pengkaji hadits di Indonesia yang menganggap kesimpulan
orientalis sebagai sebuah kebenaran. Kehadiran Ali Mustafa Yaqub di panggung
kajian hadits di Indonesia memberi cakrawala baru bagi pemahaman hadits,
terkhusus di Indonesia.
C.
Pendidikan
KH. Ali Mustafa Yaqub
Ali Mustafa Yaqub awalnya lebih berminat
ke pendidikan umum, namun atas arahan ayahnya, beliau dimasukkan ke pesantren.
Setelah belajar di SD dan SMP di desa kelahiranya, dengan diantar ayahnya ia
mulai mondok di pesantren Seblak Jombang sampai tingkat Tsanawiyah, rentang
waktu 1966-1969. Kemudiaan beliau pindah ke pesantren Tebu Ireng Jombang yang
letaknya hanya beberapa ratus meter dari pondok pesantren Seblak Jombang, yaitu
pada tahun 1969-1972. Selanjutnya pada pertengahan tahun 1972 beliau
melanjutkan menuntut ilmu pada program study Syari’ah Universitas Hasyim
Asy’ary Jombang dan selesai pada tahun 1975.[8]
Di pesantren Tebu Ireng beliau belajar
kepada kiai-kiai sepuh dalam menekuni kitab-kitab kuning. Adapun di antara
guru-guru Ali Mustafa Yaqub selama di Tebu Ireng diantaranya yaitu: KH. Idris
Kamali; KH. Adhlan Ali; KH. Shobiri; KH. Syamsuri Badawi dan lain-lain.
Dari KH. Idris Kamali ia belajar
ilmu-ilmu alat (bahasa Arab), hadits dan tafsir dengan metode sorogan
(individual) dimana ia diwajibkan menghafal lebih dari sepuluh kitab, antara
lain Alfiyah Ibn Malik, al-Baiquniyyah, al-Waraqat dan lain-lain. Dari KH.
Adhlan ia belajar akhlak dan lain-lain. Dari KH. Sobari ia belajar ia belajar
ilmu hadits dan lain-lain. Sedangkan dari KH. Syamsuri ia belajar ilmu hadits
dan ilmu ushul al-Fiqh. Selain belajar dengan guru-guru yang telah disebutkan
di atas Ali Mustafa Yaqub juga pernah belajar dengan Gus Dur (Abdurrahman
Wahid), yaitu dalam bidang ilmu bahasa Arab dan kitab Qatr al-Nada.[9]
Pada pertengahan tahun 1976 Ali Mustafa
Yaqub mendapatkan beasiswa penuh dari pemerintah Arab Saudi. Ia melanjutkan
pendidikannya di Fakultas Syari’ah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud,
Riyadh, Saudi Arabia sampai tamat dengan ijasah Licence (Lc), pada tahun 1980.
Masih di kota yang sama, ia melanjutkan studi lagi di Universitas King Sa’ud
departemen studi Islam jurusan Tafsir Hadits sampai tamat dengan ijasah master
pada tahun 1985. Dalam menjalani bidang tafsir hadits inilah beliau bertemu
dengan guru besar hadits universitas King Saud yang bernama Muhammad Mustafa
al-A’zami. Dipilihnya fakultas Syari’ah (S1) dan departemen Tafsir Hadits (S2)
oleh Ali Mustafa Yaqub bukanlah sebuah kebetulan, tetapi karena dalam pandangannya
kedua ilmu ini (Syari’ah dan Hadits) sangat diperlukan masyarakat.[10]
Ali Mustafa Yaqub tidak bisa langsung
melanjutkan pada program doktor, karena ketika itu di Universitas Islam Imam
Muhammad bin Saud, Riyadh, belum di buka program doktor, kemudian beliau
memutuskan untuk pulang ke Indonesia.
Pada tahun 2006 Ali Mustafa Yaqub
melanjutnya studi doktoralnya di Universitas Nizami Hyderabad India di bawah
bimbingan M. Hasan Hitou, guru besar fikih Islam dan Usul Fiqh Universitas
Kuwait dan direktur lembaga studi Islam International di Fraktur Jerman. Pada
pertengahan 2007 Ali Mustafa Yaqub mampu menyelesaikan program doktornya pada
konsentrasi Hukum Islam Universitas tersebut.[11]
Secara garis besar, pendidikan KH. Ali
Mustafa Yaqub adalah:
1. Pondok
Pesantren Seblak Jombang (1966–1969).
2. Pondok
Pesantren Tebuireng, Jombang (1969–1971).
3. Fakultas
Syariah Universitas Hasyim Asy’ari, Jombang (1972–1975).
4. Fakultas
Syariah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Saudi Arabia (S1,
1976–1980).
5. Fakultas
Pascasarjana Universitas King Saud, Riyadh, Saudi Arabia, Spesialisasi Tafsir
Hadits (S2, 1980–1985).
6. Universitas Nizamia, Hyderabad, India,
Spesialisasi Hukum Islam (S3, 2005–2008).
Selama belajar di pascasarjana King Saud Riyadh Saudi
Arabia. Beliau termasuk salah seorang murid ulama terkenal yang juga pakar di
bidang hadits asal Saudi Abia, yaitu professor M. M. Azami.
Setelah pulang ke Indonesia pada tahun 1985 beliau ingin
sekali pergi ke papua/Irian Jaya untuk mengabdikan dan mengamalkan ilmunya
disana, akan tetapi beliau diminta oleh pemerintah untuk mengbdikan dirinya
dikota Jakarta untuk aktif mengajar. Di antara tempat mengajarnya yaitu di
Institute Ilmu al-Qur`an Jakarta, Istitute Studi Ilmu-Ilmu al-Qur`an
(ISIQ/PTIQ), Pengajian Tinggi Islam Masjid Istiqlal, IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dan lain sebagainya.[12]
Dan Beliau juga mengasuh Pesantren Mahasiswa Darus Sunnah Jakarta.[13]
D.
Pemikiran
Dakwah KH. Ali Mustafa Yaqub dalam Pendekatan Antropologi
Secara garis besar, pemikiran KH Ali Mustafa Yaqub dimulai
dari beliau bersama teman- teman santri Darus- Sunnah mengaji dan mengkaji
kitab- kitab Hadis yang enam (al-Kutub al-Sittah) yaitu: Shahih al-Bukhari,
Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan al-Tarmidzi, Sunan al-Nasa’i dan Sunan
Ibn Majah, mereka mendapatkan ketengan-keterangan tentang
“keakraban” hubungan antar umat- Islam dengan orang- orang non-Muslim (antar
umat beragama). Menurut KH. Ali Mustafa Yaqub hal tersebut sangat menarik untuk
dikaji, mengingat selama ini ada beberapa golongan umat yang mencapur adukan
rasa toleransinya dengan akidah yang dimiliki. Pada saat beliau berdiskusi,
beliau mendapat telepon dari perwakilan Departemen Agama untuk menyampaikan
uraian terkait Nuzul al-Qur’an. Tema yang akan beliau bawakan terkait permasalahan
Indonesia saat itu, yaitu Meningkatkan Kerukunaan dan Persatuan bangsa. Beliau
mengumpulkan Kitab-kitab Hadis dan Sirah Nabi Saw. Beliau mencari materi yang
dapat memberikan petunjuk untuk hal tersebut. Mulai dari mencari petunjuk dari
Al-Quran mengenai Nabi Saw memberikan contoh terkait, mencari apakah masyarakat
yang di pimpin Nabi Saw terdapat Pluralisme, sebagaimana seperti halnya
Indonesia.[14]
Dalam konstruksi pemahaman hadits, Ali
Mustafa Yaqub berpendapat bahwa pada dasarnya hadits Nabi harus dipahami secara
tekstual atau apa adanya (lafzdiyyah).[15]
Jika tidak memungkinkan, maka sebuah hadits diperbolehkan untuk dipahami secara
kontekstual.[16]
Menurut Ali Mustafa, hadits-hadits yang mestinya dipahami secara tekstual
adalah hadits yang berkenaan dengan perkara gaib (al-umu>r al-ga’ibiyyah)
dan ibadah murni (al-‘ibadah al-mahdah).[17]
Dengan lebih terperinci mengenai perkara gaib, Ali Mustafa menyebutkan bahwa
perkara gaib dapat dibedakan menjadi dua kategori: pertama, gaib yang relatif
(ga’ib nisbi); seperti keberadaan Kota New York. Bagi orang yang belum
berkunjung, kota tersebut masih disebut gaib tetapi tidak demikian halnya bagi
orang yang pernah berkunjung ke sana. Kedua, gaib mutlak (ga’ib haqiqi),
seperti perihal datangnya hari Kiamat, hakikat Allah, surga, neraka dan
sebagainya. Untuk hal-hal seperti ini.
Ali Mustafa Yaqub dalam pemikiran
dakwahnya banyak mengkritik hadits dalam ilmu hadits disebut dengan naqd al-Hadits
merupakan inti dari kajian-kajian dalam ilmu hadits. Sebab dengan kritik hadits
dapat diketahui mana hadits yang shahih dan mana hadits yang tidak shahih.
Selanjutnya, hadits yang shahih dijadikan hujjah, sedangkan hadits yang tidak
shahih tidak dijadikan hujjah.
Menurut Ali Mustafa Yaqub kritik hadits
mencakup dua aspek, yaitu kritik terhadap matan dan kritik terhadap sanad hadits.
Dalam sejarahnya, kritik matan hadits lahir lebih awal dari pada kritik sanad hadits.
Kritik matan sudah ada pada zaman nabi Muhammad, sementara kritik sanad baru
muncul sesudah terjadinya fitnah di kalangan umat Islam, yaitu perpecahan di
kalangan mereka menyusul terbunuhnya khalifah Usman bin Affan pada tahun 35 H.[18]
Sejak itulah setiap orang yang menyampaikan hadits selalu ditanya dari siapa ia
memperoleh hadits itu. Apabila hadits itu diterima dari Ahl al-Sunnah, maka ia
diterima sebagai hujjah dalam agama Islam. Namun, apabila hadits itu diterima
dari Ahl al-Bid’ah, maka ia ditolak
sebagai hujjah.[19]
Karena jumlah rawi-rawi hadits semakin
hari semakin banyak, sementara matan yang diriwayatkan tidak bertambah, maka
dalam perkembangan selanjutnya, porsi untuk melakukan kritik sanad yang
merupakan silsilah keguguran rawi-rawi itu semakin banyak jumlahnya. Sedangkan
penelitian terhadap matan tidak mengalami perkembangan seperti itu. Inilah yang
membuat seolah-olah para ulama kritikus hadits hanya mencurahkan perhatianya
pada kritik sanad saja, dan tidak melakukan kritik matan. Faktor inilah yang
membuat sementara kaum orientalis dan murid-muridnya menuduh bahwa bahwa para
ulama ahli hadits hanya melakukan kritik sanad, dan tidak melakukan kritik
matan, sehingga hadits yang semula dinyatakan shahih, setelah dilakukan
penelitian terhadap matanya dikemudian hari, ternyata ia tidak shahih.[20]
Di jaman modern ini, Ali Mustafa Yaqub
pernah menyebut nama-nama sebagai pihak-pihak yang berpandangan kritis terhadap
hadits nabi diantaranya yaitu Muhammad Abduh (w. 1905), Rasyid Ridha (w. 1935),
Ahmad Amin, Ismail Adham, dan Abu Rayyah.[21]
Ada banyak hadis yang dikaji atau
diteliti oleh Ali Mustafa Yaqub. Salah satu contoh yang di kritik oleh beliau
adalah seperti contoh di bawah ini:
“Orang yang beribadah haji di Baitullah,
dan ia tidak menziarahi aku, maka sesungguhnya ia telah memusuhi aku.”[22]
Sumber kelemahan atau kepalsuan hadis
ini adalah dua hal, yaitu sanad dan matan. Dari segi sanad, dalam hadis ini
terdapat rawi yang bernama Muhammad bin Muhammad, dan kakeknya al-Nu’man bin
Syibl. Dua orang rawi cucu berkakek ini sangat lemah periwayatan hadisnya.
Muhammad bin Muhammad dalam beberapa sumber terdapat salah cetak sehingga
tertulis Muhammad bin Mahmud adalah matruk (dituduh berbuat dusta ketika
meriwayatkan hadis karena perilaku sehari-harinya dusta). Sementara kakeknya,
al-Nu’man bin Syibl, dimana Muhammad bin Muhammad meriwayatkan hadis
daripadanya juga dijuluki sebagai pembohong. Karenanya, kedua perowi ini gugur
periwayatan hadisnya, dan hadis-hadis yang mereka riwayatkan dinilai sebagai
hadis palsu.[23]
Dari segi matan, hadis ini juga tidak
sahih (palsu). Sebab menyetrui nabi adalah perbuatan yang membawa konsekuensi
dosa besar atau dapat disebut kafir. Hal ini berarti orang yang beribadah haji
wajib berziarah ke makam nabi itu hukumnya wajib sebagaimana ibadah haji.
Tampaknya tidak pernah ada seorang ulama yang berfatwa demikian. Bahkan orang
awampun tidak mengatakan seperti itu.[24]
E.
Kiprah
KH. Ali Mustafa Yaqub
KH. Ali Mustafa Yaqub merupakan sosok
pribadi intelektual muslim. Ia dikenal sebagai pakar ilmu hadits. Sebab itu
tidak mengherankan bila ia mengembangkan dakwah Islamiah lewat perspektif
hadits. Dan kalau berbicara soal hadits berikut kisi-kisi kehidupan, perilaku
dan tindakan Rasulullah Saw., KH. Ali Mustafa Yaqub memang memiliki otoritas.
Semasa hidupnya, KH. Mustafa Yaqub aktif
berdakwah melalui mengajar dan pesantren yang didirikannya dan keluarganya. Pada
tahun 1989 beliau bersama keluarga mendirikan Pondok Pesantren Darussalam di
batang Jawa Tengah Desa kelahirannya dan sekarang Pondok Pesantren tersebut
diasuh oleh kakaknya yang bernama K.H. Ahmad Dahlan Nuri Yaqub.[25]
Selain berdakwah dan mengajar di
Pesantren keluarganya, beliau juga diangkat sebagai dosen tetap IIQ Jakarta,
perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (PTIQ), dan selain profesinya sebagai pengajar
(Dosen) beliau mengisi Pengajian dan sebagai Imam Besar di Masjid Istiqlal
Jakarta, dan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sekarang berubah menjadi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia juga pernah mengajar di Institut Agama
Islam Shalahuddin Al-Ayyubi (INISA) Tambun Bekasi, Pendidikan Kader Ulama (PKU)
MUI, dan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STDIA) Al-Hamidiyah Jakarta.
KH. Ali Mustafa Yaqub juga terlibat di
berbagai lembaga dan organisasi. Ia dikenal luas sebagai Imam Besar Masjid
Istiqlal dari tahun 2005 sampai 2016. Selain itu, ia juga mejbat Rais Syuriah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Fatwa (2010-2016). Ia juga aktif
di MUI, mulai menjadi anggota Komisi Fatwa MUI (1986-2005), Wakil Ketua Dewan
Syariah Nasional (DSN) MUI (1997-2010), juga Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI (2005-2010).
Terakhir sejak 2015, bersama beberapa ulama, ia menggagas organisasi Ikatan
Persaudaraan Imam Masjid (IPIM) se-Indonesia.
Yang
menarik, meskipun belum menempuh studi doktoral, ternyata Kiai Ali telah
diangkat menjadi Guru Besar Hadis dan Ilmu Hadis di IIQ Jakarta pada tahun
1998. Ia menyelesaikan jenjang doktoralnya pada tahun 2006 di Universitas
Nizhamia, Hyderabad, India di bawah bimbingan Syekh M. Hassan Hitou, seorang
Guru Besar Fikih Islam dan Ushul Fiqh Universitas Kuwait serta Direktur salah
satu lembaga studi Islam internasional yang berpusat di Frankfurt, Jerman. Pada
tahun 2008, Kiai Ali mendapat penghargaan dari Presiden RI berupa Satya Lencana
Wirakarya atas kiprahnya dalam dakwah dan pengajaran Islam di Indonesia.[26]
Secara garis besar, aktifitas dakwah
yang sudah dan sedang KH. Ali Mustafa Yaqub lakukan diantaranya adalah:
1. Pengasuh
Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus Sunnah, Pisangan-Barat, Ciputat (1997-
sekarang).
2. Wakil
Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat (2005–2010).
3. Wakil
Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) Majlis Ulama Indonesia (MUI) (1997–2010).
4. Guru
Besar Hadits & Ilmu Hadits Institut Ilmu al-Quran (IIQ) Jakarta
(1998–sekarang).
5. Imam
Besar Masjid Istiqlal Jakarta (2005–sekarang).
6. Rais
Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Fatwa (2010–sekarang).
7. Penasihat
Syariah Halal Transactions of Omaha Amerika Serikat (2010–sekarang).
Bukan hanya kancah dakwah dalam negeri,
beliau juga mengembangkan sayap dakwahnya hingga ke luar negeri. Hal itu bisa
kita lihat dari tugas luar negeri yang pernah KH. Ali Mustafa Yaqub laksanakan,
diantaranya adalah:
1. Anggota
Delegasi MUI untuk Mengaudit Pemotongan Hewan di Amerika (2000).
2. Ketua
Delegasi MUI untuk Mengaudit Pemotongan Hewan di Amerika dan Kanada (2007).
3. Peserta
& Pemakalah dalam Konfrensi Internasional tentang Metode Penetapan Fatwa di
Kuala Lumpur, Malaysia (2006).
4. Studi
Banding tentang Metode Pelestarian al-Quran, di Iran, Mesir dan Saudi Arabia,
Anggota Delegasi Departemen Agama RI (2005).
5. Studi
Banding tentang Metode Pelestarian al-Quran, di Turki, Anggota Delegasi
Departemen Agama RI (2006).
6. Peserta
Konfrensi Internasional ke-6, Lembaga Keuangan Islam, Bahrain (2007).
7. Safari
Ramadhan 1429 H di Amerika dan Kanada (2008).
8. Naib
Amirul Hajj Indonesia, 1430 H/2009 M.
9. Narasumber
Seminar Takhrij Hadits Serantau, Kuala Lumpur Malaysia, (Desember 2009).
10. Narasumber
Seminar Kepimpinan Pegawai-pegawai Masjid, Bandar Seri Begawan Negara Brunei
Darussalam (November 2010).
11. Narasumber
Pengajian Ramadhan ad-Durus al-Hassaniyah 1432 H/ 2011 M, Kerajaan Maroko
(Agustus 2011). Karya-karya KH. Ali Mustafa Yaqub.[27]
Setelah sekian lama mengabdikan diri
untuk agama dan umat, tidak pernah berhenti berkontribusi positif untuk nusa
dan bangsa, baik melalui lisan maupun tulisan, akhirnya Ali Mustafa Yaqub
menghembuskan nafasnya yang dterakhir di Rumah Sakit Hermina, Ciputat, pada bulan
April 2016 pukul 06.00 dalam usia 64 tahun.[28]
F.
Karya
KH. Ali Mustafa Yaqub
Ali Mustafa Yaqub adalah seorang ulama
yang produktif, di samping kegiatanya yang padat, beliau masih meluangkan waktunya
untuk menulis banyak buku.
Adapun karya-karya Ali Mustafa Yaqub di
bidang hadits antara lain yaitu: Kritik Hadits, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi,
Fatwa-Fatwa Kontemporer, Hadits-Hadits palsu seputar Ramadhan, Imam al-Bukhari
dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadits (1991), Hadits Nabawi dan Sejarah
Kodifikasinya (Alih Bahasa dari Muhammad Mustafa Azami, 1994), Kritik Hadits
(1995), Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (1997), Peran Ilmu Hadits dalam
Pembinaan Hukum Islam (1999), Kerukunan Umat dalam Perspektif al-Quran dan
Hadits (2000), M.M Azami Pembela Eksistensi Hadits (2002), Hadits-hadits
Bermasalah (2003), Hadits-hadits Palsu Seputar Ramadhan (2003), Nikah Beda
Agama dalam Perspektif al-Quran dan Hadits (2005), Kriteria Halal-Haram untuk Kiblat
Menurut al-Quran dan Hadits; Kritik Atas Fatwa MUI No.5/2010 (2011), dll.[29]
Ali Mustafa Yaqub memiliki karya buku
yang tidak sedikit jumlahnya, ada sekitar 37 karya buku. Dari banyaknya
buku-buku tersebut yang paling banyak adalah tentang hadits, karena memang Ali
Mustafa Yaqub merupakan ulama ahli hadits, sehingga kebanyakan karya-karya yang
dihasilkannya meliputi tentang hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas,
Hasjim. (2004) Kritik Matan Hadis Versi Muhaddisin dan Fuqaha. Yogyakarta: Teras.
Abdul
Wahid, Ramli. (2010) Sejarah Pengkajian
Hadits di Indonesia. Medan: IAIN Press.
Cholidah,
Ni’ma Diana. (2011)“Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan Kajian
Hadis Kontemporer Di Indonesia”. Skripsi, di
UIN Syarif Hidayatyllah Jakarta.
Faury,
AlauddĪn Aly Ibn Hisām al-DĪn al-Muttaqy al-Hindy al-Burhan. (1981) Kanzu al Amāl
Fi Sunnani al-Aqwāl wa al-Af’āl. tp.: Mu’asasah al-Risālah.
Husnul
Mubarak, Muhammad. (2015) “Pemikiran Ali Mustafa Yaqub Tentang Arah Kiblat”.
Skripsi, UIN Sunan Kalijaga.
Miski,
(2016) Pemahaman Hadits Ali Mustafa Yaqub: Studi atas Fatwa Pengharaman Serban
dalam Konteks Indonesia, Riwayah: Jurnal Studi Hadits, vol. 2, no. 1.
Ruslan,
Heri. (2011) Hadis-Hadis Palsu. ttp: Republika.
Yaqub,
Ali Mustafa. (2003) Hadis-Hadis Palsu Seputar Ramadhan. Jakarta: Pustaka
Firdaus.
________________.
(1995) Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus.
________________.(2008)
Kerukunan Umat Perspektif Al-Quran dan Hadis. Jakarta: Penerbit Pustaka
Firdaus.
________________.
(1997) Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: Pustaka Firdaus.
________________.
(2006) Haji Pengabdi Setan. Jakarta: Pustaka Firdaus.
________________.
(2012) Hadis-Hadis Bermasalah. Jakarta: Pustaka Firdaus.
[1] Ali Mustafa
Yaqub, Hadits-Hadits Palsu
Seputar Ramadhan, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2003), 143
[2] Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1997), 240
[3]
Ali Mustafa Yaqub, Hadits-Hadits Palsu Seputar Ramadhan,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), hlm, 143
[4] Ni’ma Diana Cholidah,
“Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan Kajian Hadits Kontemporer
Di Indonesia”, (Skripsi, di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011), hlm, 11-12
[5]
Riki Efendi, “Pemikiran dan
Aktifitas Dakwah Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub”, (Skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009), hlm. 40
[6]
Nafiysul Qodar‚ Detik-detik
Wafatnya Mantan Imam Besar Istiqlal Ali Mustafa,‛ Diambil dari
http://news.liputan6.com/read/2494653/detik-detik-wafatnya-mantan-imam-besar-istiqlal-ali-mustafa.
Diakses pada 20 Maret 2018.
[7] Ramli Abdul Wahid, Sejarah Pengkajian Hadits di Indonesia,
(Medan: IAIN Press, 2010), 37- 40
[9]
Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 240
[10] Ni’ma Diana Cholidah,
“Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan Kajian Hadits Kontemporer
Di Indonesia”, hlm. 12-13
[11]
Ni’ma Diana Cholidah,
“Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan Kajian Hadits Kontemporer
Di Indonesia”, hlm. 14
[12] Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 240
[13] Muhammad Husnul Mubarak, “Pemikiran
Ali Mustafa Yaqub Tentang Arah Kiblat”, (Skripsi, UIN Sunan Kalijaga, 2015), hlm.
62
[14]
Ali Mustafa Yaqub, Kerukunan Umat Perspektif Al-Quran dan Hadis
(Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2008), hlm. 13
[15] Miski, Pemahaman Hadits Ali Mustafa Yaqub: Studi atas Fatwa Pengharaman Serban
dalam Konteks Indonesia, (Riwayah: Jurnal Studi Hadits, vol. 2, no. 1
2016), hlm, 19-21
[16] Ali MustafaYaqub, Haji Pengabdi Setan (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2006), hlm, 152
[18]
Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis Versi Muhaddisin dan
Fuqaha, (Yogyakarta: Teras, 2004), hlm. 6-7
[19] Heri Ruslan, Hadis-Hadis Palsu, (tp: Republika,
2011), hlm. 4
[22] ‘AlauddĪn Aly Ibn Hisām al-DĪn
al-Muttaqy al-Hindy al-Burhan Faury, Kanzu
al-Amāl Fi Sunnani al-Aqwāl wa al-Af’āl, (tp.: Mu’asasah al-Risālah, 1981),
5: 135
[23] Ali Mustafa Yaqub, Hadis-Hadis Bermasalah, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2012), hlm. 52
[25] Riki Efendi, “Pemikiran dan
Aktifitas Dakwah Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub”, (Skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009), hlm. 40
[26] http://darussunnah.ponpes.id/profil-pengasuh-pertama-prof-dr-ali-mustafa-yaqub-ma/
diakses pada 21 Maret 2018 Pukul 01:44 WIB
[27] http://www.muslimedianews.com/2013/10/biografi-pakar-hadits-indonesia-prof-dr.html diakses pada tanggal 21 Maret
2018 Pukul 02:02 WIB
[28]
Nafiysul Qodar‚ Detik-detik
Wafatnya Mantan Imam Besar Istiqlal Ali Mustafa,‛ Diambil dari
http://news.liputan6.com/read/2494653/detik-detik-wafatnya-mantan-imam-besar-istiqlal-ali-mustafa.
Diakses pada 20 Maret 2018.
[29]
Riki Efendi, “Pemikiran dan
Aktifitas Dakwah Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub”, (Skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009), hlm. 46
Komentar
Posting Komentar