Pendidikan Anak Perspektif Al-Hadits

PENDIDIKAN ANAK PERSPEKTIF AL-HADITS

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Pendidikan karakter dan pendidikan keagamaan menjadi isu penting dalam dunia pendidikan akhir-akhir ini, hal ini berkaitan dengan fenomena dekadensi moral yang terjadi di tengah – tengah masyarakat maupun di lingkungan pemerintah yang semakin meningkat dan beragam. Kriminalitas, ketidak adilan, korupsi, kekerasan pada anak, pelanggaran HAM, menjadi bukti bahwa telah terjadi krisis jati diri dan karakteristik pada bangsa Indonesia.
Budi pekerti luhur, kesantunan, dan relegiusitas yang dijunjung tinggi dan menjadi budaya bangsa Indonesia selama ini seakan-akan menjadi terasa asing dan jarang ditemui ditengah-tengah masyarakat. Kondisi ini tampaknya akan menjadi lebih parah lagi jika pemerintah tidak segera mengupayakan program-program perbaikan baik yang bersifat jangka panjang maupun jangka pendek.
Pendidikan karakter dan pendidikan keagamaan menjadi sebuah jawaban yang tepat atas permasalahan-permasalahan yang telah disebut di atas dan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan diharapkan dapat menjadi tempat yang mampu mewujudkan misi dari pendidikan karakter tersebut.
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam melaksanakan pendidikan karakter disekolah adalah mengoptimalkan pembelajaran materi pendidikan agama Islam (PAI).
Rasulullah adalah suri tauladan yang paling agung yang ditunjuk oleh Allah, teladan yang terkumpul bisa dipahami melalui hadits-haditsnya, tentang segala lini kehidupan terutama pendidikan anak. Bagaimana Rasul mendidik anak-anaknya, perintah Rasul dan nasihat Rasul dalam mencontohkan sikap mendidik anak untuk kaum muslimin khususnya dan umat manusia pada umumnya.
Pendidikan agama Islam merupakan salah satu pilar pendidikan karakter yang paling utama. Pendidikan karakter akan tumbuh dengan baik jika dimulai dari tertanamnya jiwa keberagamaan pada anak. Melalui pembelajaaran pendidikan agama Islam diajarkan aqidah sebagai dasar keagamaannya, diajarkan al-Quran dan hadis sebagai pedoman hidupnya, diajarkan fiqih sebagai rambu-rambu hukum dalam beribadah, mengajarkan sejarah Islam sebagai sebuah keteladan hidup, dan mengajarkan akhlak sebagai pedoman prilaku manusia apakah dalam kategori baik ataupun buruk. Penulisan ini fokus untuk membedah pendidikan anak melalui kajian hadits.
Pendidikan anak perspektif hadits bertujuan untuk mewujudkan pendidikan individu muslim sesuai anjuran dan tuntunan Rasulullah SAW. Melalui hadits-hadits Rasulullah pendidikan untuk anak dapat diterapkan agar sesuai dengan Islam yang kaffah.

2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
A.    Apa yang dimaksud dengan pendidikan anak?
B.     Bagaimana kajian hadits-hadits tentang pendidikan anak?

3.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, Pendidikan anak perspektif hadits bertujuan untuk mewujudkan pendidikan individu muslim sesuai anjuran dan tuntunan Rasulullah SAW. Tujuan lebih, antara lain:
A.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan anak
B.     Untuk membedah bagaimana kajian hadits-hadits tentang pendidikan anak yang dicontohkan Rasulullah









PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Anak
Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberi awalan “pe“ dan akhiran “kan“, mengandung arti “perbuatan“ (hal, cara dan sebagainya). Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani yaitu “Paedagogie“, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education“ yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa arab istilah ini sering diterjemahkan  dengan“Tarbiyah“ yang berarti pendidikan.[1]
Peran pendidikan agama Islam khususnya sangatlah strategis dalam mewujudkan pembentukan karakter anak. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan dalam aspek keagamaan (aspek kognitif), sebagai sarana transformasi norma serta nilai moral untuk membentuk sikap (aspek afektif), yang berperan dalam mengendalikan prilaku (aspek psikomotorik) sehingga tercipta kepribadian manusia seutuhnya.
Pendidikan Agama Islam diharapkan mampu menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan berakhlak mulia, akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan.[2]
Tujuan pendidikan individu muslim. Mereka berbicara panjang lebar dan terinci dalam bidang ini, hal yang tentu saja bermanfaat. Aisyah Abdurrahman mengatakan sebagai berikut: "Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam Islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah."[3]



B.     Kajian Hadits-hadits Pendidikan Anak
Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.
Musuh-musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-segan dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka mengerahkan segala usaha ntuk mencapai tujuan itu. Sarana yang mereka pergunakan antara lain:
Merusak wanita muslimah dan mempropagandakan kepadanya agar meninggallkan tugasnya yang utama dalam menjaga keluarga dan mempersiapkan generasi. Merusak generasi muda dengan upaya mendidik mereka di tempat-tempat pengasuhan yang jauh dari keluarga, agar mudah dirusak nantinya. Merusak masyarakat dengan menyebarkan kerusakan dan kehancuran, sehingga keluarga, individu dan masyarakat seluruhnya dapat dihancurkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak, di antaranya:
1.      Memperhatikan anak sebelum lahir
2.      Memperhatikan anak ketika dalam kandungan
3.      Memperhatikan anak setelah lahir
4.      Mendidik anak 6 tahun pertama
5.      Mendidik anak 6 tahun ke atas
6.      Mendidik pendidikan remaja dan dewasa
Setiap rumah tangga haruslah memiliki keinginan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Sehingga setiap anggota keluarga harus memiliki peran dan menjalankan amanah tersebut. Sang suami sebagai kepala rumah tangga haruslah memberikan teladan yang baik dalam mengemban tanggung jawabnya karena Allah ‘Azza wa Jalla akan mempertanyakannya di hari Akhir kelak.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
 Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (raja) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan isteri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya.”[4] Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada setiap pemimpin tentang apa yang dipimpinnya. Apakah ia pelihara ataukah ia sia-siakan, hingga seseorang ditanya tentang keluarganya.”[5]
Seorang suami harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi suami yang shalih, dengan mengkaji ilmu-ilmu agama, memahaminya serta mengamalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, serta menjauhkan diri dari setiap yang dilarang oleh Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya. Kemudian dia mengajak dan membimbing sang isteri untuk berbuat demikian juga, sehingga anak-anaknya akan meneladani kedua orang tuanya karena tabiat anak memang cenderung untuk meniru apa-apa yang ada di sekitarnya.

1.      Memperhatikan Anak Sebelum Lahir
Perhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya, dengan memilih isteri yang shalelhah, Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada orang yang hendak berkeluarga dengan bersabda:
"Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi"[6]
Begitu pula bagi wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang melamarnya. Hendaknya mendahulukan laki-laki yang beragama dan berakhlak. Rasulullah memberikan pengarahan kepada para wali dengan bersabda:
"Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawikanlah. Jika tidak kamu lakukan, nisacayaterjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar".
Termasuk memperhatikan anak sebelum lahir, mengikuti tuntunan Rasulullah dalam kehidupan rumah tangga kita. Rasulullah memerintahkan kepada kita:
"Jika seseorang diantara kamu hendak menggauli isterinya, membaca:"Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami". Maka andaikata ditakdirkan keduanya mempunyai anak, niscaya tidak ada syaitan yang dapat mencelakakannya".


2.      Memperhatikan Anak Ketika Dalam Kandungan

Setiap muslim akan merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah agama kasih sayang dan kebajikan. Sebagaimana Islam memberikan perhatian kepada anak sebelum kejadiannya, seperti dikemukakan tadi, Islam pun memberikan perhatian besar kepada anak ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibunya. Islam mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya. Sabda Rasulullah:
"Sesungguhnya Allah membebaskan shalat bagi orang yang bepergian, dan (membebaskan) puasa bagi orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita hamil".[7]
Sang Ibu hendaklah berdo'a untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak yang shaleh dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan seluruh kaum muslimin. Karena termasuk do'a yang dikabulkan adalah do'a orangtua untuk anaknya.

3.      Memperhatikan Anak Setelah Lahir
Setelah kelahiran anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang di sekitamya melakukan hal-hal berikut:
a.       Mendo’akan keberkahan dan mengolesi langit langit mulut bayi
Aisyah Radhiyallahu 'Anha: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam apabila dihadapkan kepada beliau anak-anak bayi, maka beliau mendo'akan keberkahan bagi mereka dan mengolesi langit-langit mulutnya (dengan korma atau madu )".[8] Abu Bakar bin Al Mundzir menuturkan: Diriwayatkan kepada kami dari Hasan Basri, bahwa seorang laki-laki datang kepadanya sedang ketika itu ada orang yang baru saja mendapat kelahiran anaknya. Orang tadi berkata: “Penunggang kuda menyampaikan selamat kepadamu”. Hasan pun berkata: “Dari mana kau tahu apakah dia penunggang kuda atau himar?” Maka orang itu bertanya: “Lain apa yang mesti kita ucapkan.” Katanya: Ucapkanlah: "Semoga berkah bagimu dalam anak, yang diberikan kepadamu, Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dikaruniai kebaikannya, dan dia mencapai kedewasaannya".[9]
b.      Menyerukan adzan di telinga bayi
Abu Rafi' Radhiyallahu 'Anhu menuturkan: "Aku melihat Rasulullah memperdengarkan adzan pada telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan Fatimah.[10]
Hikmahnya, Wallahu A'lam, supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua kalimat syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi. Juga sebagai perisai bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan syaitan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk mengganggu dan mencelakakannya. Ini sesuai dengan pemyataan hadits:" Jika diserukan adzan untuk shalat, syaitan lari terbirit-birit dengan mengeluarkan kentut sampai tidak mendengar seruan adzan".[11]
Tahnik (Mengolesi langit-langit mulut). Termasuk sunnah yang seyogianya dilakukan pada saat menerima kelahiran bayi adalah tahnik, yaitu melembutkan sebutir korma dengan dikunyah atau menghaluskannya dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi. Caranya,dengan menaruh sebagian korma yang sudah lembut di ujung jari lain dimasukkan ke dalam mulut bayi dan digerakkan dengan lembut ke kanan dan ke kiri sampai merata. Jika tidak ada korma, maka diolesi dengan sesuatu yang manis (seperti madu atau gula).
Abu Musa menuturkan: "Ketika aku dikaruniai seorang anak laki-laki, aku datang kepada Nabi, maka beliau menamainya Ibrahim, mentahniknya dengan korma dan mendo'akan keberkahan baginya, kemudian menyerahkan kepadaku". Tahnik mempunyai pengaruh kesehatan sebagaimana dikatakan para dokter. Tahnik dengan ukuran apapun merupakan mu'jizat Nabi dalam bidang kedokteran selama empat belas abad, agar umat manusia mengenal tujuan dan hikmah di baliknya. Para dokter telah membuktikan bahwa semua anak kecil (terutama yang baru lahir dan menyusu) terancam kematian, kalau terjadi salah satu dari dua hal:[12] (Jika kekurangan jumlah gula dalam darah (karena kelaparan) dan jika suhu badannya menurun ketika kena udara dingin di sekelilingnya.
c.       Memberi nama
Termasuk hak seorang anak terhadap orangtua adalah memberi nama yang baik. Diriwayatkan dari Wahb Al Khats'ami bahwa Rasulullah bersabda:
“Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta'ala yaitu Abdullah dan Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan Hammam, dan nama yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah".[13]
Rasulullah merasa optimis dengan nama-nama yang baik. Disebutkan Ibnul Qayim dalam Tuhfaful Wadud bi Ahkami Maulud, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam tatkala melihat Suhail bin Amr datang pada hari Perjanjian Hudaibiyah beliau bersabda: "Semoga mudah urusanmu”.
Dalam suatu perjalanan beliau mendapatkan dua buah gunung, lain beliau bertanya tentang namanya. Ketika diberitahu namanya Makhez dan Fadhih, beliaupun berbelok arah dan tidak melaluinya.[14]
Termasuk tuntunan Nabi mengganti nama yang jelek dengan nama yang baik. Beliau pernah mengganti nama seseorang 'Ashiyah dengan Jamilah, Ashram dengan Zur'ah. Disebutkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunan :"Nabi mengganti nama 'Ashi, 'Aziz, Ghaflah, Syaithan, Al Hakam dan Ghurab. Beliau mengganti nama Syihab dengan Hisyam, Harb dengan Aslam, Al Mudhtaji' dengan Al Munba'its, Tanah Qafrah (Tandus) dengan Khudrah (Hijau), Kampung Dhalalah (Kesesatan) dengan Kampung Hidayah (Petunjuk), dan Banu Zanyah (Anak keturunan haram) dengan Banu Rasydah (Anak keturunan balk).[15]
d.      Aqiqah
yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Salman bin Ammar Adh Dhabbi, katanya: Rasulullah bersabda: "Setiap anak membawa aqiqah, maka sembelihlah untuknya dan jauhkanlah gangguan darinya".[16]
e.       Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat timbangannya
Hal ini mempunyai banyak faedah, antara lain: mencukur rambut bayi dapat memperkuat kepala, membuka pori-pori di samping memperkuat indera penglihatan, pendengaran dan penciuman.[17]
Bersedekah perak seberat timbangan rambutnya pun mempunyai faedah yang jelas. Diriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya, katanya:
"Fatimah Radhiyalllahu 'anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu Kaltsum; lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya.[18]
f.       Khitan
Yaitu memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah bersabda:
"Fitrah itu lima: khitan, mencukur rambut kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak."[19]

4.      Mendidik Anak 6 Tahun Pertama
Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa.[20]
Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini. Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orangtua dapat kami ringkaskan sebagai berikut:
a.       Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu
Ini perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cintakasih ini, maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang disekitamya. "Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak."[21]
Maka sang ibu hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan kegiatan karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya.
b.      Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya
Membiasakan aktifitas sehari-hari, contoh disiplin untuk makan, minum susu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini. Kedisiplinan akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang.
c.       Hendaklah kedua orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya
Yaitu dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi anak. "Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga. Sementara kita melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin terlambat sedikit atau banyak.
Akan tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran puma, dan akan meniru secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di sekitamya."[22]
d.      Anak dibiasakan dengan etiket umum
Anak dibiasakan dengan etiket umumyang mesti dilakukan dalam pergaulannya. Antara lain:[23]
1)      Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus.
2)      Dibiasakan mendahulukan bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri.
3)      Dilarang tidur tertelungkup dandibiasakan tidur dengan miring ke kanan.
4)      Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya.
5)      Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya.
6)      Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus.
7)      Dilarang bermain dengan hidungnya.
8)      Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan.
9)      Dibiasakan untuk mengambil makanan yang terdekat dan tidak memulai makan sebelum orang lain.
10)  Tidak memandang dengan tajam kepada makanan maupun kepada orang yang makan.
11)  Dibiasakan tidak makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik.
12)  Dibiasakan memakan makanan yang ada dan tidak mengingini yang tidak ada.
13)  Dibiasakan kebersihan mulut denganmenggunakan siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum tidur, dan sehabis bangun tidur.
14)  Dididik untuk mendahulukan orang lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau permainan.
15)  Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari.
16)  Dibiasakan membaca "Alkhamdulillah" jika bersin, dan mengatakan "Yarhamukallah" kepada orang yang bersin jika membaca "Alhamdulillah". Supaya menahan mulut dan menutupnya jika menguap, dan jangan sampai bersuara.
17)  Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit.
18)  Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan Abi (Bapak) atau umumnya.
19)  Ketika berjalan jangan mendahului kedua orangtua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka.
20)  Dibiasakan bejalan kaki pada trotoar, bukan di tengah jalan.
21)  Tidak membuang sampah dijalanan, bahkan menjauhkan kotoran darinya.
22)  Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan mengatakan "Assalamu 'Alaikum" serta membalas salam orang yang mengucapkannya.
23)  Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik.
24)  Dibiasakan menuruti perintah orangtua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang diperbolehkan.
25)  Bila membantah diperingatkan supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela, jika memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena hal ini lebih baik daripada tetap membantah dan membandel.
26)  Hendaknya kedua orangtua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan.
27)  Tidak dilarang bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir dan permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkan bajunya kotor. Karena permainan pada periode ini penting sekali untuk pembentukan jasmani dan akal anak.
28)  Ditanamkan kepada anak agar senang pada alat permainan yang dibolehkan seperti bola, mobil-mobilan, miniatur pesawat terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan kepadanya agar membenci alat permainan yang mempunyai bentuk terlarang seperti manusia dan hewan.
29)  Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan tidak mengambil permainan ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya sendiri.

5.      Mendidik Anak Pada Usia Setelah Enam Tahun ke-atas
Pada periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara teratur. Ia mau menerima pengarahan lebih banyak, dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini anak lebih mengerti dan lebih semangat untuk belajar dan memperoleh ketrampilan-ketrampilan, karenanya ia bisa diarahkan secara langsung. Oleh sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting dalam pendidikan dan pengarahan anak.
Kita, Insya Allah, akan membicarakan tentang aspek-aspek terpenting yang perlu diperhatikan oleh para pendidik pada periode ini, yaitu:
a.       Pendidikan Tauhid
Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar agar mereka mengenal dan mencintai Allah, yang menciptakannya dan seluruh alam semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yang pada diri beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar mereka mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan. Ajarkanlah Tauhid, yaitu bagaimana mentauhidkan Allah, dan jauhkan serta laranglah anak dari berbuat syirik. Sebagaimanan nasihat Luqman kepada anaknya.
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau memperskutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.’”[24]
b.      Pendidikan tentang Shalat
Perhatian terhadap shalat juga harus menjadi prioritas utama bagi orang tua kepada anaknya. Shalat merupakan tiang agama, jika seseorang melalaikannya niscaya agama ini tidak bisa tegak pada dirinya. Shalat ini pulalah yang pertama kali akan dihisab oleh Allah di akhirat. Untuk itulah, hendaknya orang tua dengan tiada bosan senantiasa memberikan contoh dengan shalat di awal waktu dengan berjama’ah di masjid, mengajaknya serta menanyakan kepada anaknya apakah dia telah menunaikan shalatnya ataukah belum.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan kalau sudah berusia 10 tahun meninggal-kan shalat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya (antara anak laki-laki dan anak wanita).”[25]
Mengajak isteri dan anak untuk melaksanakan shalat di awal waktu, merupakan salah satu perintah dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk tetap sabar dalam menunaikan kewajiban ini, termasuk sabar dalam mengingatkan isteri dan anak kita untuk tetap menegakkannya.
Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kami-lah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertaqwa.”[26]
Jika anak kita sudah berumur 10 tahun, hendaknya sang ayah mengajaknya untuk menunaikan kewajiban shalat dengan berjama’ah di awal waktu di masjid. Ini merupakan pendidikan praktis yang sangat bermanfaat, karena dalam benak si anak akan tertanam kebiasaan dan perhatian yang mendalam tentang kewajiban yang sangat mulia ini. Terdapat banyak sekali hikmah dan manfaat yang terkandung di dalamnya.
c.       Pendidikan Akhlak
Anak harus diajarkan akhlak yang mulia, jujur, berkata baik dan benar, berlaku baik kepada keluarga, saudara, tetangga, juga menyayangi yang lebih kecil serta menghormati yang lebih tua, dan yang harus menjadi penekanan utama adalah akhlak (berbakti) kepada orang tua.
Durhaka kepada kedua orang tua termasuk dosa besar yang paling besar setelah syirik (menyekutukan Allah). Orang tua haruslah memberikan teladan kepada anaknya dengan cara dia pun berbakti kepada orang tuanya dan berakhlak mulia.
d.      Akhlak Bergaul dan Berteman
Juga perlu diperhatikan teman pergaulan anaknya, karena sangat bisa jadi pengaruh jelek temannya akan berimbas pada perilaku dan akhlak anaknya.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
 Seseorang bergantung pada agama temannya. Maka hendaknya ia melihat dengan siapa dia berteman.”[27]
Apalagi kita mengetahui bahwa sesuatu yang jelek akan mudah sekali mempengaruhi hal-hal yang baik, namun tidak sebaliknya, terlebih dalam pergaulan muda-mudi seperti sekarang ini yang cenderung melanggar batas-batas etika seorang muslim. Mereka saling berkhalwat (berdua-duaan antara lawan jenis), sehingga bisikan syaitan mudah sekali menjerumuskan dirinya ke jurang kenistaan.
Atau pengaruh obat-obat terlarang yang dapat menjadikan dirinya bergantung dan merasa ketagihan terhadap obat-obat penenang yang diharamkan oleh Allah. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan narkoba yang dilakukan generasi muda kaum muslimin telah banyak menjeremuskan mereka kepada kehinaan dan kesengsaraan.
Usaha yang telah dicurahkan beberapa tahun bisa saja menjadi sia-sia hanya karena anak salah memilih teman bermain atau teman di sekolah. Untuk itu, haruslah diperhatikan akhlak teman anak kita, apakah temannya itu memiliki pemahaman agama yang baik, apakah shalatnya baik, apakah dia senan-tiasa nasihat-menasihati dan tolong-menolong dalam kebajikan atau tidak.[28]
e.       Akhlak Berlaku Jujur
Dalam mendidik anak menurut Islam orang tua dilarang berbohong meski main-main:
"Sesungguhnya kebohongan itu tidak pantas dilakukan dengan sungguh-sungguh ataupun main-main. Dan juga seorang ayah berjanji kepada anaknya kemudian janji itu tidak dipenuhi"[29]
"Barangsiapa yang berkata kepada anak kecil "kemarilah" -ambilah ini- akan tetapi dia tidak memberikannya, maka sungguh perbuatan itu termasuk dusta"[30]
f.       Pengajaran sebagian hukum yang jelas dan tentang halal-haram
                        Diajarkan kepada anak menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum thaharah (bersuci) dan pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang haram, dusta, adu domba, mencuri dan melihat kepada yang diharamkan Allah. Pokoknya, disuruh menetapi syariat Allah sebagaimana orang dewasa dan dicegah dari apa yang dilarang sebagaimana orang dewasa, sehingga anak akan tumbuh demikian dan menjadi terbiasa. Karena bila semenjak kecil anak dibiasakan dengan sesuatu, maka kalau sudah dewasa akan menjadi kebiasaannya.
g.      Pengajaran baca Al Qur'an
Al Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan apapun. Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al Qu an dengan benar, dan diupayakan semaksimalnya agar mengbafal Al Qur'an atau sebagian besar darinya dengan diberi dorongan melalui berbagaicara. Karena itu, kedua orangtua bendaklah berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu sekoiah tahfizh Al Qur'an; kalau tidak bisa, diusahakan masuk pada salah satu halaqah tahfizh. Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda:[31]
"Barang siapa membaca Al-quran dan mengamalkan kandungan isinya, niscaya Allah pada hari kiamat mengenakan kepada keda orang tuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini".
Para salaf dahulu pun sangat memperhatikan pendidikan tahfizh Al Qur'an bagi anak-anak mereka. Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyi menceritakan kepada kita tentang imam AnNawawi, Rahimahullah, katanya: "Aku melihat beliau ketika masih berumur 10 tahun di Nawa. Para anak kecil tidak mau bermain dengannya dan iapun berlari dari mereka seraya menangis, kemudian ia membaca Al Qur'an. Maka tertanamlah dalam hatiku rasa cinta kepadanya. Ketika itu bapaknya menugasinya menjaga toko, tetapi ia tidak mau bejualan dan menyibukkan diri dengan Al Qur'an. Maka aku datangi gurunya dan berpesan kepadanya bahwa anak ini diharapkan akan menjadi orang yang paling alim dan zuhud pada zamannya serta bermanfaat bagi umat manusia. Ia pun berkata kepadaku: Tukang ramalkah Anda? Jawabku: Tidak, tetapi Allah-lah yang membuatku berbicara tentang hal ini. Bapak guru itu kemudian menceritakan kepada orangtuanya, sehingga memperhatikan beliau dengan sungguh-sungguh sampai dapat khatam Al Qur'an ketika menginjak dewasa."
h.      Pengajaran hak-hak kedua orangtua
Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat dan berbuat baik kepada kedua orangtua, sehingga terdidik dan terbiasa demikian. Anak sering bersikap durhaka dan melanggar hak-hak orangtua disebabkan karena kurangnya perhatian orangtua dalam mendidik anak dan tidak membiasakannya berbuat kebaikan sejak usia dini.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi bersabda "Terhinalah, terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk surga".
Berikut ini kisah seorang anak muda yang berbuat baik kepada bapaknya, disebutkan dalam kitab 'Uyunul Akhbar: "Al Ma'mun rahimahullah berkata: Belum pernah saya melihat seseorang yang amat berbuat baik kepada bapaknya daripada Al Fadhl bin Yahya. Karena kebaikannya, sampai bapaknya (Yahya) tidak berwudhu kecuali dengan air hangat. Ketika keduanya berada dalam penjara, para sipir melarang memasukkan kayu bakar di malam yang ding-in. Maka Al Fadhl, ketika bapaknya tidur, bangun mengambil teko yang biasa dia pergunakan untuk memanaskan air, lalu ia isi air dan ia dekatkan pada api lampu. Ia pun tetap berdiri memegangi teko sampai pagi. Ia lakukan hal ini untuk berbuat baik kepada bapaknya agar dapat berwudhu dengan air hangat."
i.        Pengenalan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam.
Tokoh teladan kita yang utama yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, kemudian para sahabat yang mulia Radhiallahu 'Anhum dan pengikut mereka dengan baik yang menjadi contoh terindah dalam segala aspek kehidupan. Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka, diajarkan sejarah dan kisah mereka supaya meneladani perbuatan agung mereka dan mencontoh sifat baik mereka seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran, kesabaran, kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya.
Kisah atau kejadian yang diceritakan kepada anak hendaklah sesuai dengan tingkat pengertiannya, tidak membosankan, dan difokuskan pada penampilan serta penjelasan aspek-aspek yang baik saja sehingga mudah diterima oleh anak.
Misalnya, diceritakan kepada anak kisah Rasulullah bersama orang Yahudi yang menuntut kepada beliau agar membayar uang pinjamannya, sebagai contoh akhlak baik beliau:
Diriwayatkan bahwa ada seorang Yahudi yang meminjamkan uang kepada Rasulullah lalu hendak menagih hutangnya sebelum habis masanya. Maka dicegatnya Rasulullah di tengah jalan kota Madinah seraya berkata: "Sungguh, kalian anak keturunan Abdul Muthalib adalah orang-orang yang suka menangguhkan /bayarhutang)". Umar pun melihat kejadian itu dan amat marah, lalu berkata: "Izinkanlah aku wahai Rasulullah, biar kupenggal lehernya!" Tapi Nabi bersabda: "Aku dan kawanku sangat tidak menginginkan hal itu, wahai Umar. Suruhlah ia berperkara dengan baik dan suruhlah aku menyelesaikan dengan baik."Kemudian beliau berpaling kepada orangYahudi dan bersabda: "Hai Yahudi, piutangmu akan dibayarkan besok."
Contoh kisah tentang keberanian dan ketabahan, diriwayatkan oleh Mu'adz bin Amr katanya: Pada waktu Perang Badar kujadikan Abu Jahal sebagai sasaranku. Begitu ada kesempatan, aku serang dia dan kupukul sehingga terpotong separuh betis kakinya. Sementara, anaknya Ikrimah bin Abu Jahal memukulku pada lengan hingga terputus tanganku tetapi masih menempel dengan kulit pada sisiku. Namun peperangan membuatku tak perduli dengannya, karena aku ketika ifu berperang sepanjang hari sambil menyeret tanganku dibelakang. Setelah terasa sakit karenanya, kuletakkan kakiku diatasnya lalu kutarik hingga terputus."
6.      Mendidik Anak Usia Remaja – Dewasa
Masa remaja adalah suatu masa peralihan dari kanak-kanak menjadi remaja.Yang mana pada masa ini akan timbul berbagai masalah individu seperti perubahan pada fisik individu, pengalaman individu, dll. Pertumbuhan fisik yang terjadi akan mengibatkan kegoncangan pada remaja, bahkan lebih jauhnya kondisi ini dapat mempengaruhi kesadaran beragamanya, apalagi remaja kurang mendapatkan pengalaman atau pendidikan agama sebelumnya. Penghayatan rohaniahnya cenderung was-was sehingga muncul keengganan atau kemalasan untuk melakukan berbagai ibadah ritual, seperti ibadah sholat.
Kegoncangandalam keagamaan ini muncul, karena disebabkan faktor internal maupun eksternal.  Apabila remaja kurang mendapatkan bimbingan keagamaan dalam keluarga, karena kondisinya kurang harmonis, kurang memberikan kasih sayang, serta bergaul dengan teman-teman yang kurang menghargai nilai-nilai agama. Maka kondisi tersebut menjadi pemicu berkembangnya sikap dan perilaku remaja yang kurang baik, asusila, atau dekadensi moral.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ
وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Artinya: “Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan 'ibadah kepada Rabbnya, seorang laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah; mereka tidak bertemu kecuali karena Allah dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi cantik lalu dia berkata, 'Aku takut kepada Allah', dan seorang yang bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, serta seorang laki-laki yang berdzikir kepada Allah dengan mengasingkan diri hingga kedua matanya basah karena menangis.".[32]
Adapun hadits tersebut juga menjelaskan orang-orang yang mendapat naungan dari Allah, dari hal tersebut pendidikan agama yang di ajarkan kepada anak pada remaja ini untuk menjadikan supaya nantinya remaja bisa menjadi anak yang memiliki akhlak yang baik serta dapat diberi naungan oleh Allah.

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ كُنْتُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ فَلَقِيَهُ عُثْمَانُ بِمِنًى فَقَالَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّ لِي إِلَيْكَ حَاجَةً فَخَلَوَا فَقَالَ عُثْمَانُ هَلْ لَكَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي أَنْ نُزَوِّجَكَ بِكْرًا تُذَكِّرُكَ مَا كُنْتَ تَعْهَدُ فَلَمَّا رَأَى عَبْدُ اللَّهِ أَنْ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ إِلَى هَذَا أَشَارَ إِلَيَّ فَقَالَ يَا عَلْقَمَةُ فَانْتَهَيْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ يَقُولُ أَمَا لَئِنْ قُلْتَ ذَلِكَ لَقَدْ قَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ  فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh Telah menceritakan kepada kami bapakku Telah menceritakan kepada kami Al A'masy ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Ibrahim dari 'Alqamah ia berkata; Aku berada bersama Abdullah, lalu ia pun ditemui oleh Utsman di Mina. Utsman berkata, "Wahai Abu Abdurrahman, sesungguhnya aku memiliki hajat padamu." Maka keduanya berbicara empat mata. Utsman bertanya, "Apakah kamu wahai Abu Abdurrahman kami nikahkan dengan seorang gadis yang akan mengingatkanmu apa yang kamu lakukan?" Maka ketika Abdullah melihat bahwa ia tidak berhasrat akan hal ini, ia pun memberi isyarat padaku seraya berkata, "Wahai 'Alqamah." Maka aku pun segera menuju ke arahnya. Ia berkata, "Kalau Anda berkata seperti itu, maka sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda kepada kita: 'Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia menikah, dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena hal itu akan lebih bisa meredakan gejolaknya.”[33]
Dari hadits tersebut menjelaskan bahwasanya orang tua mendidik anak pada usia dewasa untuk menasihati dan meridhoi pemuda yang telah mempunyai kemampuan untuk menikah, maka hendaknya pemuda tersebut menikah, baik itu kemampuan dari lahirnya maupun dari bathinnya. Serta bagi pemuda yang belum sanggup atau belum mampu untuk bekeluarga, maka dalam hadits nabi tersebut menganjurkan untuk berpuasa, yang mana dengan berpuasa akan lebih bisa meredakan gejolak yang ada pada individu tersebut, baik itu nafsu maupun yang lainnya.
Masa dewasa merupakan salah satu fase dalam rentang kehidupan individu setelah masa remaja. Dari sisi biologis masa dewasa dapat diartikan sebagai suatu periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan pencapaian kematangan tubuh secara optimal dan kesiapan untuk bereproduksi (berketurunan).
Dari sisi psikologis, masa ini dapat diartikan sebagai periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan ciri-ciri kedewasaan atau kematangan, yaitu:
a)      Kestabilan emosi yang mampu mengendalikan perasaan
b)      Memiliki kesadaran cukup tinggi
c)      Bersikap toleran terhadap pendapat orang lain
d)     Bersikap optimis dalam menghadapi kehidupan
Sementara dari sisi pedagogisnya, masa ini ditandai dengan:
a)      Rasa tanggung jawab terhadap semua perbuatannya, dan juga terhadap kepeduliannya memelihara kesejahteraan hidup dirinya sendiri dan orang lain
b)      Berperilaku sesuai dengan norma dan nilai agama
c)      Memiliki pekerjaan yang dapat menghidupi diri dan keluarganya
d)     Berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat
Dilihat dari aspek  tugas-tugas perkembangannya, masa dewasa dituntut untuk menuntaskan tugas-tugas perkembangan sbb:
a)      Mengembangkan sikap dan wawasan yang ia miliki
b)      Memulai atau memasuki dunia kerja
c)      Memilih pasangan hidup
d)     Mulai memasuki pernikahan
e)      Belajar hidup bekeluarga
f)       Mengelola rumah tangga. Dll
Pada pendidikan masa dewasa, banyak hal yang muncul dari diri individu tersebut. Dengan masalah tersebut pada masa dewasa individu akan mencari solusi sendiri dari permasalahan yang ia temui, dan juga ia akan bisa berpikir sendiri sesuai dengan kemampuan akalnya.
Adapun yang dijelaskan oleh hadits tentang seorang pemuda yang telah mampu menikah, maka Rasul menganjurkan untuk menikah, dan bagi yang belum sanggup, maka berpuasa untuk menahan gejolak yang ada. Yang demikian tersebut termasuk masalah yang dihadapi pada masa dewasa.
Apabila dewasa tersebut memiliki ilmu agama yang kuat ia akan dapat mengatasi masalah yang muncul, seperti seorang pemuda yang dewasa ia mempunyai keinginan untuk menikah, akan tetapi ia belum cukup mampu dalam hal materi dalam keluarganya kelak, maka dengan sendirinya ia akan berpikir dan akan menanahan keinginannya tersebut, serta lebih berusaha lagi dalam mencukupi hal materi yang kurang.
Pada pendidikan Islam masa dewasa, orang dewasa tersebut seharusnya sudah mampu untuk memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai agama karena orang dewasa sudah bisa berpikir mana yang baik dan man yang buruk.




[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004) cet ke-4 hlm.1
[2] Permendiknas No 22 Tahun 2006, Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Tingkat Dasar Dan Menengah, hlm. 2.
[3] Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Mu'atstsirat as Salbiyah fi Tarbiyati at Thiflil Muslim wa Thuruq 'Ilajiha, hlm. 76.
[4] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 893, 5188, 5200), Muslim (no. 1829), Ahmad (II/5, 54, 111) dari Ibnu ‘Umar radhi-yallaahu ‘anhuma. Lafazh ini milik al-Bukhari.
[5] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh an-Nasa-i dalam ‘Isyratun Nisaa’ (no. 292) dan Ibnu Hibban (no. 1562) dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu. Al-Hafizh Ibnu Hajar menshahihkan hadits ini dalam Fat-hul Baari (XIII/113), lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 1636).
[6] HR.Al-Bukhari dan Muslim.
[7] Hadits riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa'i. Kata Al Albani dalam Takhrij al Misykat: "Isnad hadits inijayyid'
[8] Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud
[9] Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Tuhfatul fi Ahkamil Maulud
[10] Hadits riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi.
[11] Hadits riwayat Abu Dawud dan At Tirmidz.i
[12] Faruq Masahil, Qatar: majalah Al Ummah, edisi 50.
[13] Hadits riwayat Abu Daud An Nasa'i.
[14] Ibnu Qayim Al Jauziyah, Tuhfatul Wadud, hlm. 41
[15] Ibnu Qayim Al Jauziyah, Tuhfatul Wadud, hlm. 41
[16] Hadits riwayat Bukhari.
[17] Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Auladfil Islam, juz 1.
[18] Hadits riwayat Imam Malik dalam Al Muwaththa'.
[19] Hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
[20] Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah .
[21] Muhammad Quthub, Manhaiut Tarbiyah Al Islamiyah,  juz 2.
[22] Muhammad Quthub, Manhaiut Tarbiyah Al Islamiyah,  juz 2.
[23] Ahmad Iuuddin Al Bayanuni, MinhajAt TarbiyahAsh Shalihah.
[24] QS. Lukman: 13.
[25] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 495), Ahmad (II/180, 187) dengan sanad hasan, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya radhiyallaahu ‘anhum.
[26] QS. Thahaa: 132.
[27] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4833), at-Tirmidzi (no. 2378), Ahmad (II/303, 334) dan al-Hakim (IV/171), dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
[28] Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor – Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa’dah 1427H/Desember 2006.
[29] HR. Hakim.
[30] HR. Ahmad.
[31] Hadits riwayat Dawud.
[32] Hadits riwayat Bukhari
[33] Hadits riwayat Bukhari

Komentar