Teori Belajar Sosial Bandura

A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang Masalah
Istilah komunikasi berasal dari Bahasa latin yaitu “communicatio” yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. “komumikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya.” Tindakan transmisi itulah yang disebut komunikasi.[1]
Menurut Harold D. Laswell cara yang tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa, dana apa pengaruhnya”.Beberapa definisi diatas menunjukan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian informasi kepada satu penerima atau lebih dengan maksud dan tujuan tertentu.
Perkembangan teknologi yang sangat pesat telah membawa kita pada era komunikasi massa sejak ditemukannya mesin cetak guttenberg yang memungkinkan diproduksinya buku-buku secara massal hingga puncak era komunikasi dengan ditemukannya internet. Penemuan-penemuan tersebut menjadi cikal bakal yang melandasi munculnya surat kabar, radio, film, televisi, hingga teknologi informasi berbasis jaringan seperti internet.
Wilbur Schramm menyatakan bahwa luas sempitnya ruang kehidupan seseorang ditentukan oleh kemampuan baca tulis, kemudian ditentukan oleh seberapa banyak ia berinteraksi dengan media massa. Dapat diartikan bahwa komunikasi massa memiliki pengaruh terhadapn kehidupan manusia. Steven M. Chafee mengemukakan bahwa terdapat beberapa pendekatan yang diperlukan untuk melihat efek komunikasi massa seperti perubahan perasaan atau sikap, perubahan kognitif, afektif dan behavioral. Dalam kesempatan ini kami akan sedikit mengemukakan beberapa efek dari komunikasi massa.[2]
2.      Hipotesa
Efek media dapat bersifat positif atau negatif, langsung atau bertahap, maupun jangka pendek atau jangka panjang. Perlu dipahami pula bahwa tidak semua efek media menghasilkan perubahan terhadap khalayak. Beberapa pesan media diketahui hanya memberikan efek memperkuat keyakinan yang ada. Hal ini didasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli mengenai pengaruh terpaan media terhadap perubahan kognitif, sistem kepercayaan, dan sikap khalayak, dan hal ini mempengaruhi cara belajar sosial manusia.

3.      Rumusan Masalah

a.       Bagaimana model model powerful efek komunikasi massa?
b.      Bagaimana teori belajar sosial?

4.      Tujuan Penulisan
a.       Untuk memahami model powerful efek komunikasi massa
b.      Untuk memahami teori- teori belajar sosial

B.     Pembahasan
1.      Model Powerful Efek Komunikasi Massa
a.       Pengertian Efek Media Menurut Para Ahli
Terdapat beberapa pengertian tentang efek media yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Lang menyatakan efek media sebagai “apa jenis isi pesan, (yang disampaikan) dalam jenis media apa, mempengaruhi khalayak yang mana, dan dalam situasi apa”
b.      Jennings Bryant dan Dolf Zillmann menyatakan efek media sebagai dampak sosial, budaya dan psikologis melalui media massa.
c.       Elisabeth M. Perse menyatakan efek media sebagai “bagaimana mengontrol, atau memitigasi dampak media massa terhadap individu atau masyarakat”.
Penelitian tentang efek media massa tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan teknologi media massa itu sendiri. Dari sinilah kemudian muncul beberapa teori komunikasi massa yang fokus pada efek media massa sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.
Pada mulanya para peneliti kamonikasi percaya pada teori Hipodermic Needle atau yang mirip dengan itu, teori Magic Bullet. Dalam teori Magic Bullet, media seperti sebuah pistol yang menembakkan pesan kepada khalayak (audience). Sedangkan teori Hipodermik Needle menggunakan analogi yang berbeda yaitu dengan mengumpamakan media seperti jarum yang menyuntikkan pesan kepada khalayak. Kedua metafora ini menyatakan bahwa penyebab individu-individu berpikir dan berperilaku adalah merujuk pada pesan yang mereka terima. Jadi, teori-teori ini berpendapat bahwa media begitu kuat sehingga mereka dapat langsung mempengaruhi khalayak sesuai dengan cara yang dimaksudkan oleh pendesain pesan. Pendeknya, para peneliti di era awal perkembangan ilmu komunikasi ini berasumsi bahwa media memiliki kekuatan untuk memberitahu orang tentang apa yang harus dipikir dan bagaimana harus berperilaku.
Teori ini memiliki kelemahan yaitu semua khalayak dianggap sama, baik dalam berpikir maupun berperilaku. Perbedaan usia, ras, etnis, jenis kelamin, atau status sosial dan ekonomi tidak mempengaruhi cara orang mengintepretasikan informasi yang diterima dari media. Para peneliti tersebut tidak memperhitungkan fakta bahwa orang mungkin bereaksi berbeda pada pesan yang sama. Khalayak dianggap pasif dan dapat dimanipulasi.[3] Oleh karena itu, Raymond Bauer kemudian menyangkalnya dan engatakan bahwa khalayak media sebenarnya “keras kepala”. Bauer juga mengatakan banyak variabel yang dapat membentuk efek dalam bermacam-macam cara.[4]
Teori Hipodermic Neddle kemudian diikuti dengan model Two-Step Flow. Disini khalayak tidak semata-mata hanya dipengaruhi oleh media saja melainkan diakui adanya Opinion Leaders. Wright mengatakan individu-individu yang, lewat kontak dari hari ke hari, mempengaruhi orang-orang lain dalam pengambilan keputusan dan pembentukan pendapat. Individu-individu tersebut misalnya keuarga, teman, rekan kerja, dan lain-lain. Model Two-Step Flow pun lama-lama berkembang dan memunculkan model Multi-Step Flow.[5]
Pengaruh media massa dan efek media massa merupakan dua topik utama yang berkaitan dengan kajian media selain psikologi media, teori komunikasi dan sosiologi. Topik-topik tersebut menekankan hubungan antara efek media massa dan budaya media terhadap pemikiran, sikap, dan perilaku individu atau khalayak.
Pengaruh media yang ditimbulkan oleh pesan media menghasilkan perubahan sikap atau penguatan terhadap keyakinan khalayak. Sementara itu, efek media adalah efek yang dapat diukur sebagai hasil dari pengaruh media atau pesan media.

2.      Teori Belajar Sosial
Teori belajar social Bandura menguraikan kumpulan ide mengenai cara perilaku dipelajari dan diubah. Penerapan teori ini hampir pada seluruh perilaku, dengan perhatian khusus pada cara perilaku baru diperoleh melalui belajar mengamati (observational learning). Teori ini digunakan dengan mudah untuk perkembangan agresi, perilaku yang ditentukan, ketekunan, belajar loncatan ski, dan reaksi psikologis yang datar pada emosi.
Teori Bandura dengan jelas menggunakan sudut pandang kognitif dalam menguraikan belajar dan perilaku. Melalui kognitif kita berarti Bandura berasumsi tentang pikiran manusia dan menafsirkan pengalaman mereka. Contoh, Bandura membantah bahwa belajar kompleks hanya dapat terjadi ketika orang sadar dari apa yang dikuatkan. Rangkaian kejadian itu merupakan perilaku ingin yang diikuti oleh penguatan),” tetapi Bandura akan membantah bahwa penguatan seperti itu tidak akan memberikan pengaruh yang kuat pada perilaku. Anak-anak pertama- tama harus mengerti hubungan antara perilaku yang benar dan peristiwa penguatan.
Dalam perbedaan kedudukan Bandura, teori belajar tradisional (seperti Skinner dan Hull) berasumsi tidak menerima proses kognitif manusia. Agaknya masalah utama untuk mendapatkan perilaku dari manusia supaya dapat dikuatkan . menurut kedudukan tradisional, penguatan “menguatkan” perilaku, membantu perilaku lebih terjadi seterusnya.
Hal utama dari pendekatan tradisional ini, untuk terjadinya belajar, manusia harus melakukan performa/tampilan utama dan kemudian diberi hadiah. Menurut teori belajar social, perbuatan melihat saja menggunakan gambaran kognitif dari tindakan.



a.      Proses belajar Sosial
Dapat diringkas dalam 4 tahap yaitu : atensi/perhatian, retensi/mengingat, reproduksi gerak, dan motivasi:
1)      Atensi / Perhatian
Jika reaksi baru yang dipelajari dari melihat/mendengar lainnya, maka hal itu jelas bahwa tingkat memberi perhatian yang lain akan menjadi yang terpenting.
a)      Lebih mendalam lagi berikut faktor-faktor untuk mendapatkan perhatian: penekanan penting dari perilaku menonjol.
b)      memperoleh perhatian dari ucapan /teguran (3) membagi aktivitas umum dalam bagian –bagian yang wajar jadi komponen keterampilan dapat menonjol.
2)      Retensi
Setiap gambaran perilaku disimpan dalam memori atau tidak, dan dasar untuk penyimpanan merupakan metode yang digunakan untuk penyandian atau memasukkan respon. Penyandian dalam symbol verbal dipermudah oleh berpikir aktif orang atau ringkasan secara verbal tindakan yang mereka amati.
Waktu respon yang diamati disandikan, ingatan kesan visual atau symbol verbal dapat berlanjutdengan melatih kembali secara mental. Dengan begitu, penyandian akan mencoba untuk berpikir giat mengenai tindakan dan memikirkan kembali penyandian verbal.
3)      Reproduksi Gerak
Waktu fakta-fakta dari tindakan baru disandikan dalam memori, mereka harus dirubah kembali dalam tindakan yang tepat. Rangkaian tindakan baru merupakan symbol pertama pengaturan dan berlatih, semua waktu dibandiungkan dengan ingatan/memori dari perilaku model. Penyesuaian dibuat dalam rangkaian tindakan baru, dan rangkaian perilaku awal. Perilaku sebenarnya dicatat oleh orang dan mungkin juga oleh pengamat yang memberikan timbal balik yang benar dari perilaku suka meniru. Dasar penyesuaian dari timbal balik membuat pengaturan simbolik rangkaian tindakan baru, dan rangkaian perilaku dimulai lagi.
Teori belajar social memperkenalkan tiga prasyarat utama untuk berhasil dalam proses ini. Pertama, orng harus memiliki komponen keterampilan. Biasanya rangkaian perilaku model dalam penelitian Bandura buatan dari komponen perilaku yang sudah diketahui orang. Kedua, orang harus memiliki kapasitas fisik untuk membawa komponen keterampilan dalam mengkoordinasikan gerakan. Terakhir, hasil yang dicapai dalam koordinasi penampilan/ pertuntukan memerlukan pergerakan individu yang dengan mudah tampak.
4)      Penguatan dan Motivasi
Pokok persoalan dari atensi, retensi, dan reproduksi gerak sebagian besar berhubungan dengan kemampuan orang untuk meniru perilaku penguatan menjadi relevan. Ketika kita mencoba menstimulus orang untuk menunjukkan pengetahuan pada perilaku yang benar. Walaupun teori belajar social mengandung penguatan untuk tidak menambah pengetahuan guna “mengecap dalam perilaku”, itu peran utama memberi penguatan (hadiah & hukuman) seperti seorang motivator.
Secara ringkas, teori belajar social Bandura memiliki 2 implikasi penting:
1)      Respon baru mungkin dipelajari tanpa having to perform them (learning by observation)
2)      Hadiah dan hukuman terutama mempengaruhi pertunjukan (performance) dari perilaku yang dipelajari: bagaimanapun ketika memberikan kemajuan, mereka memiliki pengaruh tambahan / kedua dalam pengetahuan / belajar dari perilaku baru yang terus pengaruhnya pada atensi dan latihan.

b.      Ciri – ciri Teori Pemodelan Bandura
1)      Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan.
2)      Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain – lain.
3)      Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model.
4)      Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif.
5)      Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif.[6]
6)       
c.       Jenis – jenis Peniruan (modelling)
Jenis – jenis Peniruan (modeling):
1)      Peniruan Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran social Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian.
Contoh: Meniru gaya penyanyi yang disukai.
a)      Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung.
Contoh: Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
b)      Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung.
Contoh: Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.
c)      Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja.
Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
d)      Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun.
Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
d.      Contoh-Contoh Penelitian
Imitasi, Hadiah, dan Hukuman
Menurut pemikiran Bandura, hadiah dan hukuman jauh lebih sesuai untuk menunjukkan perilaku baru daripada untuk belajar. Prinsip ini ditunjukkan dalam percobaan klasik oleh Bandura (1956a), dimana anak-anak belajar untuk menyerang boneka.
Subjek dalam penelitian adalah anak perempuan dan laki-laki kira-kira berumur 4 tahun. Mereka disuruh duduk sebelum ada layar televisi dan mereka mengamati pria dewasa (model) membawa boneka bobo plastik berukuran sebesar badan. Secara verbal model mengkata-katai Bobo, menariknya ke bawah dan mendudukannya, memukul di bagian hidung, memukul-mukul bagian kepalanya dengan pemukul, dan menendangnya di sekeliling ruangan.
Pada akhir adegan kekrasan satu sisi ini, beberapa subyek menyaksikan kedua orang dewasa mengulang adegan televisi dan salah satunya memberi hadiah, menghukum atau tidak memberi tanggapan/umpan balik untuk serangan model. Hadiah yang mewah diperoleh dari perspektif 4 tahun lalu. Yang memberi reward memanggil model sebagai juara kekerasan, beberapa model ditawarkan soft drink dan permen, dan dilanjutkan dengan pujian. The punishing authority berteriak dengan mencela model dan memberikan tamparan keras.
Secara teoritis apa yang terjadi? Kita harus mencoba untuk menguji cara pendirian /sudut diatas dari 4 tahap berikut:
1)      Hal ini jelas bahwa subjek mengikuti. Televisi terkenal dari sifat menarik perhatian, dan anak-anak melihat program dalam ruangan setengah gelap tanpa selingan / gangguan.
2)      Bagaimana gaya/cara itu disandikan? apakah bayangan gambar atau penyandian verbal yang digunakan? Kemungkinan keduanya digunakan, tetapi mungkin anak kecil lebih mengandalkan penyandian bayangan daripada anak yang lebih tua dengan perkembangan kemampuan verbal yang lebih tinggi. Pengamatan yang dilakukan Gerst (1971) menunjukkan bahwa bayangan /khayalan dan penyandian symbol keduanya cara yang efektif dalam penyandian tetapi hati-hati penamaan verbal yang meringkas tindakan kemungkinan bentuk sangat efektif dari penyandian.
3)      Bagaimana menerjemahkan pengetahuan dalam perilaku? Itu tidak menghalangi untuk reproduksi gerak. Semua subjek mampu merespon komponen dari keperluan, dan banyak kemungkinan menunjukkan beberapa respon agresif sebelumnya. Oleh karena itu, akan memudahkan untuk menterjemahkan pengetahuan dalam reproduksi gerak yang tepat.
4)      Bagaimana peran hadiah? Ini merupakan pertanyaan utama yang ditujukan oleh percobaan the Bobo doll. Ketika mereka diberi kesempatan untuk bermain dengan Bobo doll mereka, anak-anak kurang agresif ketika mereka menyaksikan model yang mendapat hukuman. Pengaruh hadiah membuktikan dapat diabaikan, meskipun dalam percobaan terdahulu dengan manipulasi hadiah yang kuat (Rosenk-rans & Hartup, 1967), pemberian reward pada model menunjukkan untuk memudahkan pengaruh tertentu pada peniruan agresi. Jadi, nampaknya proses penguatan yang dilakukan untuk orang lain dengan jalan mana pengamat dapat menjawab hadiah atau hukuman yang didatangkan oleh pemain televisi.
Pertanyaan sisa, apakah mengamati hadiah/hukuman mempengaruhi belajar/pengetahuan, performa atau keduanya? Bandura mengatur subjeknya terus pada sesi lebih jauh dimana mereka diberi beberapa gambar yang sangat menarik untuk setiap respon agresif. Mereka dapat meniru dengan sangat berhasil.
Dengan mengagumkan, contoh ini menunjukkan dorongan agresi meningkat dalam semua kelompok percobaan, sama sekali menghapus dengan cepat pengaruh hadiah dan hukuman pada model. Lebih jauh lagi semua mendukung tuntutan /klaim Bandura bahwa hadiah lebih penting untuk performance dari pada untuk pengetahuan/belajar.




[1] Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: PT.Grasindo, 2004) hal. 7
[2] H. Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) hal. 18
[3] Baldwin, John R; Stephen D.P; Mary A.M, Communication Theories for Everyday Life. (United States of America: Pearson Education, 2004), hal.194-195
[4] Littlejohn, Stephen W; Karen A.F, Theories of Human Communication, (2005), hal. 298
[5] Tubbs, Stewart L; Sylvia M, Human Communication: konteks-konteks komunikasi, buku 2, terjemahan: Deddy Mulyana. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal.208
[6] Salkind, Neil J, An Introduction to Theories of Human Development. Thousand Oaks, (London, New Delhi: Sage Publications. International Education and Publisher, 2004) Terjemahan, hal. 197

Komentar