Model Powerful Efek Komunikasi Massa: Teori Belajar Sosial dan Teori-Teori Perbedaan Individual

A.    Model Powerful Efek Komunikasi Massa
1.      Pengertian Efek Media Menurut Para Ahli
Terdapat beberapa pengertian tentang efek media yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Lang menyatakan efek media sebagai “apa jenis isi pesan, (yang disampaikan) dalam jenis media apa, mempengaruhi khalayak yang mana, dan dalam situasi apa”
b.      Jennings Bryant dan Dolf Zillmann menyatakan efek media sebagai dampak sosial, budaya dan psikologis melalui media massa.
c.       Elisabeth M. Perse menyatakan efek media sebagai “bagaimana mengontrol, atau memitigasi dampak media massa terhadap individu atau masyarakat”.
Penelitian tentang efek media massa tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan teknologi media massa itu sendiri. Dari sinilah kemudian muncul beberapa teori komunikasi massa yang fokus pada efek media massa sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.
Pada mulanya para peneliti kamonukasi percaya pada teori Hipodermic Needle atau yang mirip dengan itu, teori Magic Bullet. Dalam teori Magic Bullet, media seperti sebuah pistol yang menembakkan pesan kepada khalayak (audience). Sedangkan teori Hipodermik Needle menggunakan analogi yang berbeda yaitu dengan mengumpamakan media seperti jarum yang menyuntikkan pesan kepada khalayak. Kedua metafora ini menyatakan bahwa penyebab individu-individu berpikir dan berperilaku adalah merujuk pada pesan yang mereka terima. Jadi, teori-teori ini berpendapat bahwa media begitu kuat sehingga mereka dapat langsung mempengaruhi khalayak sesuai dengan cara yang dimaksudkan oleh pendesain pesan. Pendeknya, para peneliti di era awal perkembangan ilmu komunikasi ini berasumsi bahwa media memiliki kekuatan untuk memberitahu orang tentang apa yang harus dipikir dan bagaimana harus berperilaku.
Teori ini memiliki kelemahan yaitu semua khalayak dianggap sama, baik dalam berpikir maupun berperilaku. Perbedaan usia, ras, etnis, jenis kelamin, atau status sosial dan ekonomi tidak mempengaruhi cara orang mengintepretasikan informasi yang diterima dari media. Para peneliti tersebut tidak memperhitungkan fakta bahwa orang mungkin bereaksi berbeda pada pesan yang sama. Khalayak dianggap pasif dan dapat dimanipulasi.[1] Oleh karena itu, Raymond Bauer kemudian menyangkalnya dan engatakan bahwa khalayak media sebenarnya “keras kepala”. Bauer juga mengatakan banyak variabel yang dapat membentuk efek dalam bermacam-macam cara.[2]
Teori Hipodermic Neddle kemudian diikuti dengan model Two-Step Flow. Disini khalayak tidak semata-mata hanya dipengaruhi oleh media saja melainkan diakui adanya Opinion Leaders. Wright mengatakan individu-individu yang, lewat kontak dari hari ke hari, mempengaruhi orang-orang lain dalam pengambilan keputusan dan pembentukan pendapat. Individu-individu tersebut misalnya keuarga, teman, rekan kerja, dan lain-lain. Model Two-Step Flow pun lama-lama berkembang dan memunculkan model Multi-Step Flow.[3]
Pengaruh media massa dan efek media massa merupakan dua topik utama yang berkaitan dengan kajian media selain psikologi media, teori komunikasi dan sosiologi. Topik-topik tersebut menekankan hubungan antara efek media massa dan budaya media terhadap pemikiran, sikap, dan perilaku individu atau khalayak.
Pengaruh media yang ditimbulkan oleh pesan media menghasilkan perubahan sikap atau penguatan terhadap keyakinan khalayak. Sementara itu, efek media adalah efek yang dapat diukur sebagai hasil dari pengaruh media atau pesan media.
Efek media dapat bersifat positif atau negatif, langsung atau bertahap, maupun jangka pendek atau jangka panjang. Perlu dipahami pula bahwa tidak semua efek media menghasilkan perubahan terhadap khalayak. Beberapa pesan media diketahui hanya memberikan efek memperkuat keyakinan yang ada. Hal ini didasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli mengenai pengaruh terpaan media terhadap perubahan kognitif, sistem kepercayaan, dan sikap khalayak.

B.     Teori Belajar Sosial
Jika memahasa teori belajar sosial, maka tokoh paling banyak disebut adalah Albert Bandura, yang sangat terkenal dengan teori pembelajaran social (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
1.      Teori Peniruan ( Modeling )
Pada tahun 1941, dua orang ahli psikologi, yaitu Neil Miller dan John Dollard dalam laporan hasil eksperimennya mengatakan bahwa peniruan (imitation) merupakan hasil proses pembelajaran yang ditiru dari orang lain. Proses belajar tersebut dinamakan “ social learning “ – “pembelajaran social “ . Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh tambahan ketika kita meniru orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun penyajian, contoh tingkah laku ( modeling ). Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak – anak untuk menirukan tingkah laku membaca.
Dua puluh tahun berikutnya ,Albert Bandura dan Richard Walters telah melakukan eksperimen pada anak – anak yang juga berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model (orang yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak dilakukan terus menerus.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa penerimaan manusia untuk meraih keberhasilan, contoh factor social mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orangtuanya. Albert Bandura merupakan salah satu perancang teori kognitif social. Menurut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktorperson/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peranan penting. Faktor person (kognitif) yang dimaksud saat ini adalah self-efficasy atau efikasi diri. Efikasi diri didefinisikan sebagai keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapidan memecahkan masalah dengan efektif. Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu dengan efikasi diri tinggi memilikikomitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketikamenemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkitdari kegagalan yang ia alami.
Proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahwa judi itu adalah tidak baik.
Dalam pandangan belajar social “ manusia “ itu tidak didorong oleh kekuatan – kekuatan dari dalam dan juga tidak dipengaruhi oleh stimulus – stimulus lingkungan. Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan – lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan ; lingkungan – lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran social adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan, Pertama. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain, Contohnya: seorang pelajar melihat temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat mengamati itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model.
Seperti pendekatan teori pembelajaran terhadap kepribadian, teori pembelajaran social berdasarkan pada penjelasan yang diutarakan oleh Bandura bahwa sebagian besar daripada tingkah laku manusia adalah diperoleh dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori – teori sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks social dimana tingkah laku ini muncul dan kurang memperhatikan bahwa banyak peristiwa pembelajaran terjadi dengan perantaraan orang lain. Maksudnya, sewaktu melihat tingkah laku orang lain, individu akan belajar meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain sebagai model bagi dirinya.
Perkembangan kognitif anak-anak menurut pandangan pemikir islam yang terkenal pada abad ke-14 yaitu Ibnu Khaldun perkembangan anak-anak hendaklah diarahkan dari perkara yang mudah kepada perkara yang lebih susah yaitu mengikut peringkat-peringkat dan anak-anak hendaklah diberikan dengan contoh-contoh yang konkrit yang boleh difahami melalui pancaindera. Menrut Ibnu Khaldun, anak-anak hendaklah diajar atau dibentuk dengan lemah lembut dan bukannya dengan kekerasan. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa anak-anak tidak boleh dibebankan dengan perkara-perkara yang di luar kemampuan mereka. Hal ini akan menyebabkan anak-anak tidak mau belajar dan memahami pengajaran yang disampaikan.

2.      Unsur Utama dalam Peniruan (Proses Modeling/Permodelan)
Menurut teori belajar social, perbuatan melihat saja menggunakan gambaran kognitif dari tindakan, secara rinci dasar kognitif dalam proses belajar dapat diringkas dalam 4 tahap , yaitu : perhatian / atensi, mengingat / retensi, reproduksi gerak , dan motivasi.
a.      Perhatian (’Attention’)
Subjek harus memperhatikan tingkah laku model untuk dapat mempelajarinya. Subjek memberi perhatian tertuju kepada nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki. Contohnya, seorang pemain musik yang tidak percaya diri mungkin meniru tingkah laku pemain music terkenal sehingga tidak menunjukkan gayanya sendiri. Bandura & Walters(1963) dalam buku mereka “Sosial Learning & Personality Development” menekankan bahwa hanya dengan memperhatikan orang lain pembelajaran dapat dipelajari.
b.      Mengingat (’Retention’)
Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Ini membolehkan subjek melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau diingini. Kemampuan untuk menyimpan informasi juga merupakan bagian penting dari proses belajar.
c.       Reproduksi gerak (’Reproduction’)
Setelah mengetahui atau mempelajari sesuatu tingkahlaku, subjek juga dapat menunjukkan kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku. Contohnya, mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah subyek memperhatikan model dan menyimpan informasi, sekarang saatnya untuk benar-benar melakukan perilaku yang diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada kemajuan perbaikan dan keterampilan.
d.      Motivasi
Motivasi juga penting dalam pemodelan Albert Bandura karena ia adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu.
Jadi subyek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang telah dimodelkan.

3.      Ciri – ciri teori Pemodelan Bandura
a.       Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan
b.      Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain – lain
c.       Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model
d.      Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif
e.       Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif.[4]

4.      Jenis – jenis Peniruan (modelling)
Jenis – jenis Peniruan (modeling):
a.       Peniruan Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran social Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian.
Contoh: Meniru gaya penyanyi yang disukai.
b.      Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung.
Contoh: Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
c.       Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung.
Contoh: Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.
d.      Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja.
Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
e.       Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun.
Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.

C.     Teori-Teori Perbedaan Individual
Perbedaan Individu atau Individual Differences of Mass Communication disebabkan karena pesan-pesan media yang berisi stimulus-stimulus tertentu berinteraksi secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi dari para anggota khalayak.
Anggapan dasar dari teori ini ialah bahwa manusia amat bervariasi dalam organisasi psikologisnya secara pribadi. Variasi ini sebagian dimulai dari dukungan perbedaan secara biologis. Tetapi ini dikarenakan pengetahuan secara individual yang berbeda. Manusia yang dibesarkan dalam lingkungan yang secara tajam berbeda, menghadapi titik-titik pandangan yang berbeda secara tajam pula. Dari lingkungan yang dipelajarinya itu, mereka menghendaki seperangkat sikap, nilai, dan kepercayaan yang merupakan tatanan psikologisnya masing-masing pribadi yang membedakannya dari yang lain.
Teori perbedaan individual ini mengandung rangsangan-rangsangan khusus yang menimbulkan interaksi yang berbeda dengan watak-watak perorangan anggota khalayak. Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap pribadi anggota khalayak itu,maka secara alamiah dapat diduga akan muncul efek yang bervariasi sesuai dengan perbedaan individual itu. Tetapi dengan berpegang tetap pada pengaruh variabel-variabel kepribadian (yakni menganggap khalayak memiliki ciri-ciri kepribadian yang sama) teori tersebut tetap akan memprediksi keseragaman tanggapan terehadap pesan tertentu. (jika variabel antara bersifat seragam).
Pada teori ini DeFleur mengemukakan bahwa pesan-pesan media yang berisi stimulus menghasilkan respon yang berbeda-beda dari kalangan khalayak. Hal ini disebabkan oleh perbedaan-perbedaan atau karakteristik tiap-tiap individu, seperti: usia, sikap, minat, pekerjaan, agama, dan sebagainya. “Pesan-pesan media berisi stimulus tertentu yang berinteraksi secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi dari anggota audiencenya”.[5]
Dalam teori ini secara eksplisit telah mengakui adanya pengaruh unsur-unsur psikologis yang berinteraksi dengan terpaan media massa dan menghasilkan efek. Dengan demikian terdapat suatu kaitan yang erat antara pesan-pesan media dengan respon audience.
Respon atau tanggapan terhadap pesan-pesan tersebut diubah oleh tatanan psikologisnya. Jadi efek media kepada khalayak massa itu tidak seragam melainkan beragam. Hal ini disebabkan karena mereka secara individual berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam struktur kejiwaan maupun pola hidup yang terbentuk oleh lingkungan tempat individu tersebut dan berkembang.
Teori Individual Differences mencakup 2 konsep, yaitu: struktural psikologis individu dan perilaku individu. Struktur psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih dari lingkungan dan bagaimana individu memberi makna pada stimulus tersebut. Dan ada 2 faktor utama yang mempengaruhi perilaku individu, yaitu faktor biologis yang merupakan faktor turunan dari orang tua serta dimiliki oleh masing-masing individu dan faktor sosiopsikologis.
Ada 3 komponen yang mencakup pada faktor sosiopsikologis, yaitu: komponen afektif, yaitu aspek emosional, komponen kognitif, yaitu aspek intelektual berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, dan komponen konatif, yaitu aspek fungsional yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.[6]
Teori Individual Differences memandang bahwa sikap dan organ personal psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih stimuli (rangsangan) dari lingkungan dan bagaimana ia memberi makna pada stimuli tersebut, karena setiap orang mempunyai kebutuhan biologis, pengalaman belajar dan lingkungan yang berbeda. Perbedaan inilah yang menyebabkan pengaruh media massa berbeda pula.




[1] Baldwin, John R; Stephen D.P; Mary A.M, Communication Theories for Everyday Life. (United States of America: Pearson Education, 2004), hlm.194-195
[2] Littlejohn, Stephen W; Karen A.F, Theories of Human Communication, (2005), hlm. 298
[3] Tubbs, Stewart L; Sylvia M, Human Communication: konteks-konteks komunikasi, buku 2, terjemahan: Deddy Mulyana. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hlm.208
[4] Salkind, Neil J, An Introduction to Theories of Human Development. Thousand Oaks, (London, New Delhi: Sage Publications. International Education and Publisher, 2004) Terjemahan, hal. 197
[5] Sandjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta : Universitas Terbuka, 1994), hal. 188.
[6] Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994),  hal. 37

Komentar